A. DEFINISI BANK 
Kata Bank berasal dari kata “banque” (prancis) atau “branco” (Italia) yang berarti Peti / Lemari. Tempat menyimpan benda berharga, ex. Peti emas, peti uang, dll (safe keeping function). Menunjukan fungsi dasar bank komersial. Abad ke-12 kata “banco” menunjukkan meja, counter atau tempat penukaran uang (money changer), menunjukkan fungsi transaksi, yaitu membayar barang & jasa (menyediakan alat pembayaran untuk membeli barang dan jasa). 


B. PRAKTEK PERBANKAN DI ZAMAN NABI MUHAMMAD SAW DAN SAHABAT
Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak jaman Rasulullah saw. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah. Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya.Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut. 

Seorang sahabat Rasulullah, Zubair bin al Awwam, memilih tidak menerima titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda: pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya pinjaman, maka ia berkewajiban mengambalikannya utuh. Sahabat lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke Kufah. Juga tercatat Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang ke adiknya Misab bin Zubair yang tinggal di Irak.3 Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di jaman Umar bin Khattab ra, beliau menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan cek ini kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu diimpor dari Mesir. Pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, telah dikenal sejak awal diantara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Jelaslah bahwa ada individu-individu yang telah melaksanakan fungsi perbankan di zaman Rasulullah SAW, meskipun individu tersebut tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksanakan fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang memberikan modal kerja. 

Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqih, seperti istilah kredit (Inggris: credit; Romawi: credo) yang diambil dari istilah qard. Credit dalam bahasa Inggris berarti meminjamkan uang; credo berarti kepercayaan; sedangkan qard dalam fiqih berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu pula istilah cek (Inggris: check; Perancis: cheque) yang diambil dari istilah saq (suquq). Suquq dalam bahasa Arab berarti pasar, sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.


C. PRAKTEK PERBANKAN DI ZAMAN BANI UMAYYAH DAN BANI ABASIAH
Jelas saja institusi bank tidak dikenal dalam kosakata fikih Islam, karena memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa Rasulullah, Khulafaurrasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah. Namun fungsi-fungsi perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan transfer dana telah lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah. Di zaman Rasulullah saw fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan, dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian, di jaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan oleh satu individu, dalam sejarah Islam telah dikenal sejak zaman Abbasiyah. Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Ini diperlukan karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian khusus ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Hal ini merupakan cikal-bakal praktek penukaran mata uang (money changer). Istilah jihbiz mulai dikenal sejak zaman Muawiyah (661-680M) yang sebenarnya dipinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada masa pemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah. 

Peranan banker pada zaman Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan Muqtadir (908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnu Wahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga orang banker sekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen. Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf al- Dawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol sekarang). 

Awal Kelahiran Sistem Perbankan Syariah
Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern : neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Quran dan As-sunnah. 

Upaya awal penerapan sistem profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara syariah. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir. 

Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di Negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia, maupun Amerika. 

Suatu hal yang patut dicatat adalah saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan International seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase Chemical Bank, GoldmanSach, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiaries yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modal pun, Islamic fund kini ramai diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow Jones menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena itu, tak heran jika Scharft, mantan direktur utama Bank Islam Denmark yang Kristen itu, menyatakan bahwa Bank Islam adalah parten baru pembangunan. 

1. Mit Ghamr Bank 
Rintisan perbankan syariah mulai terwujud di Mesir pada dekade 1960-an dan beroprasi sebagai rural-social bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di sepanjang delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit Ghamr Bank binaan Prof. Dr. Ahmad Najjar tersebut hanya beroperasi untuk pendanaan masyarakat Mesir yang berskala kecil, namun instansi tersebut mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan sistem keuangan dan ekonomi Islam. 

2. Islamic Development Bank 
Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi Islam di Karachi, Pakistan, Desember 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal yang disebut Studi tentang Pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Banks), dikaji para ahli dari 18 Negara islam. Proposal tersebut intinya mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal tersebut diterima. Sidang menyetujui rencana mendirikan Bank Islam International dan Federasi Bank Islam. Proposal tersebut antara lain mengusulkan untuk : 
a. Mengatur transaksi komersial antara Negara Islam; 
b. Mengatur institusi pembangunan dan investasi; 
c. Merumuskan masalah transfer, kliring, serta settlement antar bank sentral di Negara Islam sebagai langkah awal menuju terbentuknya sistem ekonomi Islam yang terpadu; 
d. Membantu mendirikan institusi sejenis bank sentral syariah di Negara Islam; 
e. Mendukung upaya-upaya bank sentral di Negara islam dalam hal pelaksanaan-pelaksanaan kebijakan yang sejalan dengan kerangka kerja Islam; 
f. Mengatur administrasi dan mendayagunakan dana zakat; 
g. Mengatur kelebihan likuiditas bank-bank sentral Negara Islam. Selain ha tersebut, diusulkan pula pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi dan Pembangunan Negara-negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries). Badan tersebut akan berfungsi sebagai berikut. 
- Mengatur investasi modal Islam -
- Menyeimbangkan antara investasi dan pembangunan di Negara Islam. 
-Memilih lahan/sektor yang cocok untuk investasi dan mengatur penelitiannya. 
- Memberi saran dan bantuan teknis bagi proyek-proyek yang dirancang untuk investasi regional di Negara-negara Islam. 

Sebagai rekomendasi tambahan, proposal tersebut mengusulkan pembentukan perwakilan-perwakilan khusus, yaitu Asosiasi Bank-Bank Islam (Association of Islamic Bank) sebagai badan konsultif untuk masalah-masalah ekonomi dan perbankan syariah. Tugas badan ini di antaranya menyediakan bantuan teknis bagi Negara-negara Islam yang ingin mendirikan bank syariah dan perbankan syariah. Bentuk dukungan teknis tersebut dapat berupa pengiriman para ahli ke Negara tersebut, penyebaran atau sosialisasi sistem perbankan islam, dan saling tukar informasi dan pengalaman antar Negara islam. 

Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya, Maret 1973, usulan tersebut kembali diagendakan. Sidang kemudian juga memutuskan agar OKI mempunyai bidang yang khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan. Bulan Juli 1973, komite ahli yang mewakili Negara-Negara Islam penghasil minyak, bertemu di Jeddah untuk membicarakan pendirian bank Islam. Rancangan pendirian bank tersebut, berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dibahas pada pertemuan kedua, Mei 1974. 

Sidang Mentri Keuangan OKI di Jeddah 1975, menyetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islami atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal dua Milyar dinar Islam atau ekuivalen dua Milyar SDR (Special Drawing Right). Semua Negara anggota OKI menjadi anggota IDB. 

Pada tahun-tahun awal beroperasinya, IDB mengalami banyak hambatan karena masalah politik. Meskipun demikian, jumlah anggotanya makin meningkat, dari 22 menjadi 43 negara. IDB juga terbukti mampu memainkan peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan Negara-Negara Islam untuk pembangunan. Bank ini memberikan pinjaman bebas bunga untuk proyek infrastruktur dan pembiayaan kepada Negara anggota berdasarkan partisipasi modal Negara tersebut. Dana yang tidak dibutuhkan dengan segera digunakan bagi perdagangan luar negeri jangka panjang dengan menggunakan sistem murabahah dan ijarah. 

3. Islamic Research and Training Institute 
IDB juga membantu mendirikan bank-bank Islam di berbagai Negara. Untuk pengembangan sistem ekonomi syariah, institusi ini membangun sebuah institusi riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi islam, baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini disingkat IRTI (Islamic Research and Training Institute). 

Pembentukan bank-bank syariah
Berdirinya IDB telah memotivasi banyak Negara islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan dan pengawasan bank syariah. Kerja keras mereka membuahkan hasil. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. 

Secara garis besar, lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukan ke dalam dua kategori. Pertama, bank Islam komersial (Islamic Comercial Bank). Kedua, lembaga investasi dalam bentuk international holding companies. Bank-bank yang masuk kategori pertama diantaranya: 
1. Faisal Islamic Bank 
2. Kuwait Finance House 
3. Dubai Islamic Bank 
4. Jordan Islamic Bank for Finance and Investment 
5. Bahrain Islamic Bank, 
6. Islamic International Bank for Investment and Development (Mesir). 

Adapun yang termasuk kategori kedua adalah :  
1. Daar al-Maal al-Islami (Jenewa) 
2. Islamic Investment Company of the Gulf, 
3. Islamic Investment Company (Bahama), 
4. Islamic Investment Company (Sudan), 
5. Bahrain Islamic Investment Bank (Manama), 
6. Islamic Investment House (Amman). 

D. PERKEMBANGAN BANK-BANK SYARIAH DI BERBAGAI NEGARA 
1. PAKISTAN 
Pakistan merupakan pelopor di bidang perbankan syariah. Pada awal Juli 1979, sistem bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi: National Investment (Unit Trust), House Building Finance Corporation (pembiayaan sektor perumahan), Mutual Fund of the Investment Corporation of Pakistan (kerjasama investasi). Pada 1970-80, pemerintah mensosialisasikan skema pinjaman tanpa bunga kepada petani dan nelayan. 

Pada tahun 1981, seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Perusahaan Mudharabah dan Murabahah, mulailah beroperasi tujuh ribu cabang bank komersial nasional di seluruh Pakistan dengan menggunakan sistem perbankan Pakistan dikonversi dengan sistem yang baru, yaitu sistem perbankan syariah. 

2. MESIR 
Bank syariah yang pertama didirikan di Mesir adalah Faisal Islamic Bank. Bank ini mulai beroperasi pada bulan Maret 1978 dan berhasil membukukan hasil mengesankan dengan total asset sekitar dua miliar dolar AS pada 1986 dan tingkat keuntungan sekitar 106 juta dolar AS. Selain Faisal Islamic Bank, terdapat bank lain, yaitu Islamic International Bank for Investment and Development yang beroperasi dengan menggunakan instrument keuangan Islam dan menyediakan jaringan yang luas. Bank ini beroperasi, baik sebagai bank investasi (investment bank), bank perdagangan (merchant bank), maupun bank komersial (commercial bank).

3. SIPRUS 
Faisal Islamic Bank of Kibris (Siprus) mulai beroperasi pada Maret 1983 dan mendirikan Faisal Islamic Investment Corporation yang memiliki dua cabang di siprus dan satu cabang di Istambul. Dalam sepuluh bulan awal operasinya, bank tersebut telah melakukan pembiayaan dengan skema murabahah senilai sekitar TL 540 juta (TL atau Turkey Lira, mata uang Turki). 

Bank ini juga melaksanakan pembiayaan dengan skema musyarakah dan mudharabah, dengan tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank non syariah. Kehadiran bank Islam di Siprus telah menggerakan masyarakat untuk menabung. Bank ini beroperasi dengan mendatangi desa-desa, pabrik, dan sekolah dengan menggunakan kantor kas (mobil) keliling untuk mengumpulkan tabungan masyarakat. Selain kegiatan-kegiatan di atas, mereka juga mengelola dana-dana lainnya seperti al-qardhul hasan dan zakat. 

4. KUWAIT 
Kuwait Finance House didirikan pada tahun 1977 dan sejak awal beroperasi dengan sistem tanpa bunga. Institusi ini memiliki puluhan cabang di Kuwait dan telah menunjukan perkembangan yang cepat. Selama dua tahun saja, yaitu 1980 hingga 1982, dana masyarakat yang terkumpul meningkat dari sekitar KD 149 juta menjadi KD 474 juta. Pada akhir tahun 1985, total asset mencapai KD 803 juta dan tingkat keuntungan bersih mencapai KD 17 juta (satu Dinar Kuwait ekuivalen dengan empat hingga lima dolar US). 

5. BAHRAIN 
Bahrain merupakan off-shore banking heaven di Timur Tengah. Di negeri yang hanya berpenduduk tidak lebih dari 660.000 jiwa (per Desember 1999) tumbuh sekitar 220 local dan off-shore banks. Tidak kurang dari 22 diantaranya beroperasi berdasarkan syariah. Di antara bank-bank yang beroperasi secara syariah tersebut adalah Citi Islamic Bank of Bahrain,dan al-Barakah Bank. 

6. UNI EMIRAT ARAB 
Dubai Islamic Bank merupakan salah satu pelopor perkembangan bank syariah. Didirikan pada tahun 1975. Investasinya meliputi bidang perumahan, proyek-proyek industry, dan aktivitas komersial. Selama beberapa tahun, para nasabahnya telah menerima keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bank konvensional. 

7. MALAYSIA 
Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) merupakan bank syariah pertama di Asia tenggara. Bank ini didirikan pada tahun 1983, dengan 30% modal merupakan milik pemerintah federal. Hingga akhir 1999, BIMB telah memiliki lebih dari tujuh puluh cabang yang tersebar hampir di setiap Negara bagian dan kota-kota Malaysia, BIMB telah tercatat sebagai listed-public company dan mayoritas sahamnya dikuasai oleh Lembaga Urusan dan Tabungan Haji. 

Pada tahun 1999, disamping BIMB telah hadir satu bank syariah baru dengan nama Bank Putera Muamalah. Bank ini merupakan anak perusahaan dari Bank Bumi Putera yang baru saja melakukan merger dengan Bank of Commerce. 

Di negeri jiran ini, di samping full pledge Islamic banking, pemerintah Malaysia memperkenankan juga system Islamic window yang memberikan layanan syariah pada bank konvensional. 

8. IRAN 
Ide pengembangan perbankan Syariah di Iran sesungguhnya bermula sesaat sejak revolusi Islam di Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini pada tahun 1979, sedangkan perkembangan dalam arti riil baru dimulai sejak januari tahun 1984. Berdasarkan ketentuan / undang-undang yang disetujui pemerintah pada bulan Agustus 1983. Sebelum undang-undang tersebut dikeluarkan sebenarnya telah terjadi transaksi sebesar lebih dari 100 miliar rial yang diadministrasikan sesuai dengan sistem syariah. Islamisasi sistem perbankan di Iran ditandai dengan nasionalisasi seluruh industri perbankan yang dikelompokan menjadi dua kelompok besar, yaitu : 
(1) perbankan komersial, 
(2) lembaga pembiayaan khusus. 
Dengan demikian, sejak dikeluarkannya Undang-Undang Perbankan Islam (1983), seluruh sistem perbankan di iran otomatis berjalan sesuai syariah dibawah kontrol penuh pemerintah.  

9. TURKI 
Sebagai Negara yang berideologi sekuler, Turki termasuk negeri yang cukup awal memiliki perbankan syariah. Pada tahun 1984, pemerintah Turki memberikan izin kepada Daar al-Maal al-Islami (DMI) untuk mendirikan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil. Menurut ketentuan Bank Sentral Turki, bank syariah diatur dalam satu yurisdiksi khusus. Setelah DMI berdiri, pada bulan Desember 1984 didirikan pula Faisal Finance Institution dan mulai beroperasi pada bulan April 1985. Disamping dua lembaga tersebut, Turki memiliki ratusan jika tidak ribuan lembaga waqaf (vaqfi organiyasyonu) yang memberikan fasilitas pinjaman dan bantuan pada masyarakat. 


DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Syafi’i, M.2001.Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek.Jakarta: Penerbit Gema Insani Pers.
Bulletin ekonomika dan bisnis islam (LEBI) FEB UGM http://www.rumahilmuindonesia.net/perpustakaan/ekonomi_syariah/sejara_perbankan_syariah

Share this article :

Ditulis Oleh : Bidadari kecil

Artikel Sejarah dan Perkembangan Perbankan Islam ini diposting oleh Bidadari kecil pada hari Kamis, 13 Juni 2013. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.