CARA MENCARI DATA HARGA SAHAM

Bagi yang membutuhkan data harga saham yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, bisa ikuti langkah-langkah berikut ini : 

1. Buka website Yahoo Finance => http//finance.yahoo.com




2. Ketik kode saham yang ingin dicari pada kotak Get Quotes. Lihat gambar di bawah ini. Kode saham diketik dengan menambahkan .JK contohnya ABCD.JK 



3. Klik Historical Prices 



4. Tentukan periode data harga saham yang dibutuhkan (dari tahun... sampai tahun...) dan tentukan pula data yang ingin diperoleh apakah data harga saham harian (daily), mingguan (weekly), atau bulanan (monthly). Selanjutnya klik Get Prices. 



5. Untuk mengunduh data klik Download to Spreadsheet.

Selamat mencoba dan semoga bermanfaat..

Read More..

PEMILIHAN SAMPEL

Sampling adalah proses memilih sejumlah elemen dari populasi yang mencukupi untuk mempelajari sampel dan memahami karakteristik elemen populasi. Alasan menggunakan sampel adalah: 
1. Kendala sumber daya 
2. Ketepatan 
3. Pengukuran Destruktif 


Karakteristik Sampel yang Baik 
Sampel yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 
1) Memungkinkan peneliti untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan besaran sampel untuk memperoleh jawaban yang dikehendaki. 

2) Mengidentifikasikan probabilitas dari setiap unit analisis untuk menjadi sampel. 

3) Memungkinkan peneliti menghitung akurasi dan pengaruh (misalnya kesalahan) dalam pemilihan sampel daripada harus melakukan sensus.

4) Peneliti menghitung derajat kepercayaan yang diterapkan dalam estimasi populasi yang disusun dari sampel statistika 


Kesalahan yang biasa terjadi dalam Pemilihan Sampel
 • Sampling Frame Error
Kesalahan yang terjadi bila elemen sampel tertentu tidak diperhitungkan, atau bila seluruh populasi tidk diwakili secara tepat oleh kerangka sampel. 

 • Random Sampling Error
Kesalahan akibat adanya perbedaan antara hasil sampel dan hasil sensus yang dilakukan dengan prosedur yang sama.

 • Nonresponse Error
Kesalahan akibat perbedaan statistik antara survei yang hanya memasukkan mereka yang merespon dan juga mereka yang gagal (tidak) merespon 


Proses pemilihan sampel
 Penentuan Populasi
Pemilihan suatu keompok dari elemen penelitian, dimana elemen adalah unit terkecil yang merupakan sumber dari data yang diperlukan. 
 Penentuan Unit Pemilihan Sampel: kelompok elemen. 
 Penentuan Kerangka Pemilihan Sampel: daftar elemen dari setiap unit pemilihan sampel. 
 Penentuan Desain Sampel: metode untuk memilih sampel dari populasi yang ada 
 Penentuan Jumlah Sampel 
 Pemilihan Sampel 


Ilustrasi Tahap pemilihan Sampel



Formula Perhitungan Sampel 
   Zikmund (2000,389)

Dimana:
n = jumlah sampel,
Z = nilai yang sudah distandarisasi dengan derajat keyakinan;
S = deviasi standar sampel atau estimasi deviasi standar populasi;
E = tingkat kesalahan yang ditolerir, plus minus faktor kesalahan


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Sampel
 Homogenitas
Semakin homogen suatu unit pemilihan sampel, semakin kecil jumlah penelitian yang diperlukan. 

 Derajat kepercayaan
Mengukur seberapa jauh peneliti yakin dalam mengestimasi parameter populasi secara benar. 

 Presisi
Mengukur kesalahan standar estimasi yang dilakukan. 

 Prosedur analisis
Peneliti perlu mempertimbangkan jumlah sampel yang diperlukan sesuai dengan model analisis yang dipergunakan. 

 Kendala sumberdaya
Keterbatasan waktu, dana, dan juga sumberdaya manusia sering menjadi pembatas yang sangat menentukan dalam penentuan jumlah sampel yang layak 


Desain Sampel 
1. Sampel Probabilitas: Setiap sampel dipilih berdasarkan prosedur seleksi dan memiliki peluang yang sama untuk dipilih: 
 Sampel random sederhana (Simple Random Sampling) 
 Sampel Sistematis (Systematic Sampling) 
 Sampel Stratifikasi (Stratified Sampling) 
 Sampel Kluster (Cluster Sampling) 

2. Sampel daerah Multitahap (Multistage Area Sampling) 
Sampel Nonprobabilitas 
 Convenience sampling 
 Judgement sampling 
 Quota Sampling 
 Snowball Sampling
Prosedur pengambilan sampel di mana responden pertama dipilih dengan metode probabilitas, dan kemudian responde selanjutnya diperoleh dari informasi yang diberikan oleh responden yang pertama. 


Sampel Probabilitas vs Non Probabilitas







Read More..

PERBEDAAN ANTARA BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL

Dalam beberapa hal, bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya. Akan tetapi, terdapat bnayak perbedaan mendasar di antara keduanya. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktrur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja. 




A. AKAD DAN ASPEK LEGALITAS
Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akadyang dilakukan berdasarkan hukum islam. Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan/ perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut. 

1. Rukun : 
• Penjual dan pembeli 
• Barang 
• Harga 
• Akad/ijab-qabul 

2. Syarat : 
• Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah. 
• Harga barang dan jasa harus jelas 
• Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi. 
• Barang dan transaksi harus sepenuhnya dalam kepemilikan tidak boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal. 


B.LEMBAGA PENYELESAIAN SENGKETA
Berbeda dengan perbankan konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat perbedaan atau penyelisihan antara bank dan nasabahnya, kedua belah pihak tidak menyelesaikan di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.Selanjutnya, atas keputusan rapat Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Nomor : Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang sebelumnya direkomendasikan dari hasil RAKERNAS MUI pada tanggal 23-26 Desember 2002. 


C.STRUKTUR ORGANISASI 
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu, biasanya penetapan aggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. 

1.Dewan Pengawasa Syariah (DPS) 
Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai denagn ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku dalam bank syariah sangat khusus jika dibandingkan bank konvensioanl. Karena itu, diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya. Garis panduan ini disusun dan ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional. Dewan Pengawas Syariah harus membuat pernyataan secara berkala (biasanya tiap tahun) bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Pernyataan ini dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bank bersangkutan. Tugas lain Dewan Pengawas Syariah adalah meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya. Dengan demikian, Dewan Pengawas Syariah bertindak sebagai penyaring pertama sebelum suatu produk diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. 

2.Dewan Syariah Nasional (DSN) 
Sejalan dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di Tanah Air, berkembang pula jumlah DPS yang berada dan mengawasi masing-masing lembaga tersebut. Banyaknya dan beragamnya DPS di masing-masing lembaga keuangan syariah adalah suatu hal yang harus disyukuri, tetapi juga diwaspadai. Kewaspadaan itu berkaitan dengan adanya kemungkinan timbulnya fatwa yang berbeda dari masing-masing DPS dan hal itu tidak mustahil akan membingungkan umat dan nasabah. Oleh karena itu, MUI sebagai paying bagi lembaga dan organisasi keislaman di Tanah Air, menganggap peril dibentuknya satu dewan syariah yang bersifat nasional dan membawahi seluruh lembaga keuangan, termasuk di dalamnya bank-bank syariah. Lembaga ini kelak kemudian dikenal dengan Dewan Syariah Nasional atau DSN. 

Dewan Syariah Nasional dibentuk pada tahun 1997 dan merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Reksadana Syariah pada bulan juli tahun yang sama. Lembaga ini merupakan lembaga otonom di bawah Majlis Ulama Indonesia dipimpin oleh ketua umum Majlis Ulama Indonesia ddan Sekertaris, kegiatan sehari-hari Dewan Syariah Nasional dijalnkan oleh Badan Pelaksana Harian dengan seorang ketua dan sekertaris serta beberapa anggota.

Fungsi utama Dewan Syariah Nasional adalah mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah Islam. Dewan ini bukan hanya mengawasi bank syariah, tetapi juga lembaga-lembaga lain seperti asuransi, reksadana, modal ventura, dan sebagainya. Untuk keperluan pengawasan tersebut, Dewan Syariah Nasional membuat garis panduan produk syariah yang diambil dari sumber-sumber hukum Islam. Garis panduan ini menjadi dasar pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar pengembangan produk-produknya. Fungsi lain dari Dewan Syariah Nasional adalah meneliti dan member fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan oleh lembaga keuangan syariah. Produk-produk baru tersebut harus diajukan oleh manajemen setelah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan. 

Selain itu, Dewan Syariah Nasional bertugas memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Syariah Nasional pada suatu lembaga keuangan syariah. Dewan Syariah Nasioanl dapat member teguran kepada lembaga keuangan syariah jika lembaga yang bersangkutan menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan Dewan Syariah Nasional telah menerima laporan dari Dewan Pengawas Syariah pada lembaga yang bersangkutan mengenai hal tersebut. Jika lembaga keuangan syariah tersebut tidak mengindahkan teguran yang diberikan, Dewan Syariah Nasional dapat mengusulkan kepada otoritas yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan Departemen Keuangan, untuk memberikan sanksi agar perusahaan tersebut tidak menegembangkan lebih jauh tindakan-tindakannya yang tidak sesuai dengan syariah. 


D.BISNIS DAN USAHA YANG DIBIAYAI
Dalam bank syariah, bisnsi dan usaha yang dilaksanakan tidak terlepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan. Dalam perbankan syariah suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, di antaranya sebagai berikut. 
a. Apakah objek pembiayaan halal atau haram 
b. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat 
c. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila 
d. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian 
e. Apakah usaha itu berkaitan dengan industry senjata yang illegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh massal 
f. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung 


E.LINGKUNGAN KERJA DAN CORPORATE CULTURE 
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Di samping itu, karyawan bank syariah harus skillful dan professional, dan mampu melakukan tugas secara team-work di mana informasi merata di seluruh fungsional organisasi. Demikian pula dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah. Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang kasar. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga. 


F. PERBANDINGAN ANTARA BANK SYARIAH DAN BANK KONVENSIONAL
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional disajikan dalam tabel berikut:



G PERGERAKAN EKONOMI KONVENSIONAL DAN KONTEMPORER
Kritik terhadap ilmu ekonomi konvensional,terutama neo kelasik, sebenarnya bukan merupakan hal baru. Kritik dari kalangan pemikir barat sendiri telah muncul sejak beberapa abad lalu,bahkan tidak jauh dari hari kelahiran ilmu ekonomi sendiri (tahun 1776). Beberapa pemikir seperti Sismondi (1773-1842 M), Carycle (1795-1881), Karl marx (18181-1883.), Ruskin (1819-1900), Tawney(1880-1962), Schumaster (1891-1971), Boulding (1910-1993), dan lain-lainnya adalah contoh dari mereka yang kritis terhadap paradigma ilmu ekonomi konvensional. Menurut Chapra (2001), diluar dari kritik kelompok sosialis-komunis, hingga saat ini setidaknya terdapat empat aliran pemikiran ekonomi yang mengktritik tajam dan kemudian aliran pemikiran ini meskipun saling berbeda dalam fokus solusi yang ditawarkan, tetapi memiliki benang merah dalam kesadaran bahwa kepentingan pribadi (self selfishness) dan kompetisi bebas bukanlah motifasi utama dibalik tindakan manusia. Perbedaan diantara aliran-aliran ini pada dasarnya hanyalah pada pendekatan (approach) saja bukan pada substansi permasalahannya. Mereka memandang penting Al turisme (sikap mementingkan orang lain), kerjasama dan gotong royong, nilai moral dan etika, perbuatan sosial dan politik yang akan membentuk preferensi dan membimbing tindakan manusia. Aliran-aliran pemikiran ekonomi kritis yaitu: 
- Grand Economics yang berpendapat bahwa tingkah laku al-truistic bukan merupakan sebuah penyimpangan dari prinsip rasionalitas,sementara menyederhakan tingkah laku rasional hanya dengan sikap mementingkan diri sendiri adalah tidak realiatis. Salah satu pendukungnya, Han (1979), menyatakan, ilmu ekonomi mungkin sudah melakukan kesalahan ketika ia mengadopsi tatanama “rasionalitas ”pada saat seluruh pengertian diartikan sebagai kalkulasi yang tepat dari sebuah kepribadian yang teratur, aliran pemikiran ini juga mengajukan konsep:”boulding optimum “ sebagai alternatif dari pareto optimum yang memasukan pertimbangan alturisme dan kepentingan pribadi justru akan menigkatkan fungsi diskriptif dan analis serta prediktif dari ilmu ekonomi menjadi lebih tepat. 

- Humanistic Economics yang menekankan perlunya pembentukan dasar-dasar humanisme bagi upaya peningkatan kesejahteraan manusia melalui cara pengakuan dan penyatuan seluruh susunan nilai dasar kemanusiaan. 


DAFTAR PUSTAKA
Saad Said,Marthon,Ekonomi Islam,Maktabah Arryadh,2004,Jakarta Timur
Pkes,Materi Dakwah Ekonomi Islam,PKES(Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah),Jakarta
Antonio, M. Syafi'i,Bank Dan Lembaga Keuangan Dari Teori Ke Praktik,Gema Insan & Tazkia Cendikia,2004.2007.Jakarta.

Read More..

Sejarah dan Perkembangan Perbankan Islam

A. DEFINISI BANK 
Kata Bank berasal dari kata “banque” (prancis) atau “branco” (Italia) yang berarti Peti / Lemari. Tempat menyimpan benda berharga, ex. Peti emas, peti uang, dll (safe keeping function). Menunjukan fungsi dasar bank komersial. Abad ke-12 kata “banco” menunjukkan meja, counter atau tempat penukaran uang (money changer), menunjukkan fungsi transaksi, yaitu membayar barang & jasa (menyediakan alat pembayaran untuk membeli barang dan jasa). 


B. PRAKTEK PERBANKAN DI ZAMAN NABI MUHAMMAD SAW DAN SAHABAT
Perbankan adalah satu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak jaman Rasulullah saw. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meninjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah. Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya.Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut. 

Seorang sahabat Rasulullah, Zubair bin al Awwam, memilih tidak menerima titipan harta. Beliau lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda: pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, beliau mempunyai hak untuk memanfaatkannya; kedua, karena bentuknya pinjaman, maka ia berkewajiban mengambalikannya utuh. Sahabat lain, Ibnu Abbas tercatat melakukan pengiriman uang ke Kufah. Juga tercatat Abdullah bin Zubair di Mekah juga melakukan pengiriman uang ke adiknya Misab bin Zubair yang tinggal di Irak.3 Penggunaan cek juga telah dikenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali setahun. Bahkan di jaman Umar bin Khattab ra, beliau menggunakan cek untuk membayar tunjangan kepada mereka yang berhak. Dengan cek ini kemudian mereka mengambil gandum di Baitul Mal yang ketika itu diimpor dari Mesir. Pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, musyarakah, muzara’ah, musaqah, telah dikenal sejak awal diantara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Jelaslah bahwa ada individu-individu yang telah melaksanakan fungsi perbankan di zaman Rasulullah SAW, meskipun individu tersebut tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam uang, ada yang melaksanakan fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang memberikan modal kerja. 

Beberapa istilah perbankan modern bahkan berasal dari khazanah ilmu fiqih, seperti istilah kredit (Inggris: credit; Romawi: credo) yang diambil dari istilah qard. Credit dalam bahasa Inggris berarti meminjamkan uang; credo berarti kepercayaan; sedangkan qard dalam fiqih berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan. Begitu pula istilah cek (Inggris: check; Perancis: cheque) yang diambil dari istilah saq (suquq). Suquq dalam bahasa Arab berarti pasar, sedangkan cek adalah alat bayar yang biasa digunakan di pasar.


C. PRAKTEK PERBANKAN DI ZAMAN BANI UMAYYAH DAN BANI ABASIAH
Jelas saja institusi bank tidak dikenal dalam kosakata fikih Islam, karena memang institusi ini tidak dikenal oleh masyarakat Islam di masa Rasulullah, Khulafaurrasyidin, Bani Umayyah, maupun Bani Abbasiyah. Namun fungsi-fungsi perbankan yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan transfer dana telah lazim dilakukan, tentunya dengan akad yang sesuai syariah. Di zaman Rasulullah saw fungsi-fungsi tersebut dilakukan oleh perorangan, dan biasanya satu orang hanya melakukan satu fungsi saja. Baru kemudian, di jaman Bani Abbasiyah, ketiga fungsi perbankan dilakukan oleh satu individu. Fungsi-fungsi perbankan yang dilakukan oleh satu individu, dalam sejarah Islam telah dikenal sejak zaman Abbasiyah. Perbankan mulai berkembang pesat ketika beredar banyak jenis mata uang pada zaman itu sehingga perlu keahlian khusus untuk membedakan antara satu mata uang dengan mata uang lainnya. Ini diperlukan karena setiap mata uang mempunyai kandungan logam mulia yang berlainan sehingga mempunyai nilai yang berbeda pula. Orang yang mempunyai keahlian khusus ini disebut naqid, sarraf, dan jihbiz. Hal ini merupakan cikal-bakal praktek penukaran mata uang (money changer). Istilah jihbiz mulai dikenal sejak zaman Muawiyah (661-680M) yang sebenarnya dipinjam dari bahasa Persia, kahbad atau kihbud. Pada masa pemerintahan Sasanid, istilah ini dipergunakan untuk orang yang ditugaskan mengumpulkan pajak tanah. 

Peranan banker pada zaman Abbasiyah mulai populer pada pemerintahan Muqtadir (908-932M). Saat itu, hampir setiap wazir mempunyai bankir sendiri. Misalnya, Ibnu Furat menunjuk Harun ibnu Imran dan Joseph ibnu wahab sebagai bankirnya. Lalu Ibnu Abi Isa menunjuk Ali ibn Isa, Hamid ibnu Wahab menunjuk Ibrahim ibn Yuhana, bahkan Abdullah al-Baridi mempunyai tiga orang banker sekaligus: dua Yahudi dan satu Kristen. Kemajuan praktek perbankan pada zaman itu ditandai dengan beredarnya saq (cek) dengan luas sebagai media pembayaran. Bahkan, peranan bankir telah meliputi tiga aspek, yakni menerima deposit, menyalurkannya, dan mentransfer uang. Dalam hal yang terakhir ini, uang dapat ditransfer dari satu negeri ke negeri lainnya tanpa perlu memindahkan fisik uang tersebut. Para money changer yang telah mendirikan kantor-kantor di banyak negeri telah memulai penggunaan cek sebagai media transfer uang dan kegiatan pembayaran lainnya. Dalam sejarah perbankan Islam, adalah Sayf al- Dawlah al-Hamdani yang tercatat sebagai orang pertama yang menerbitkan cek untuk keperluan kliring antara Baghdad (Irak) dan Aleppo (Spanyol sekarang). 

Awal Kelahiran Sistem Perbankan Syariah
Sejak awal kelahirannya, perbankan syariah dilandasi dengan kehadiran dua gerakan renaissance Islam modern : neorevivalis dan modernis. Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan berlandaskan etika ini adalah tiada lain sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Quran dan As-sunnah. 

Upaya awal penerapan sistem profit dan loss sharing tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940-an, yaitu adanya upaya mengelola dana jamaah haji secara syariah. Rintisan institusional lainnya adalah Islamic Rural Bank Mit Ghamr pada tahun 1963 di Kairo, Mesir. 

Setelah dua rintisan awal yang cukup sederhana itu, bank islam tumbuh dengan sangat pesat. Sesuai dengan analisa Prof. Khursid Ahmad dan laporan International Association of Islamic Bank, hingga akhir 1999 tercatat lebih dari 200 lembaga keuangan Islam yang beroperasi di seluruh dunia, baik di Negara-negara berpenduduk muslim maupun di Eropa, Australia, maupun Amerika. 

Suatu hal yang patut dicatat adalah saat ini banyak nama besar dalam dunia keuangan International seperti Citibank, Jardine Flemming, ANZ, Chase Chemical Bank, GoldmanSach, dan lain-lain telah membuka cabang dan subsidiaries yang berdasarkan syariah. Dalam dunia pasar modal pun, Islamic fund kini ramai diperdagangkan, suatu hal yang mendorong singa pasar modal dunia Dow Jones menerbitkan Islamic Dow Jones Index. Oleh karena itu, tak heran jika Scharft, mantan direktur utama Bank Islam Denmark yang Kristen itu, menyatakan bahwa Bank Islam adalah parten baru pembangunan. 

1. Mit Ghamr Bank 
Rintisan perbankan syariah mulai terwujud di Mesir pada dekade 1960-an dan beroprasi sebagai rural-social bank (semacam lembaga keuangan unit desa di Indonesia) di sepanjang delta Sungai Nil. Lembaga dengan nama Mit Ghamr Bank binaan Prof. Dr. Ahmad Najjar tersebut hanya beroperasi untuk pendanaan masyarakat Mesir yang berskala kecil, namun instansi tersebut mampu menjadi pemicu yang sangat berarti bagi perkembangan sistem keuangan dan ekonomi Islam. 

2. Islamic Development Bank 
Pada Sidang Menteri Luar Negeri Negara-Negara Organisasi Konferensi Islam di Karachi, Pakistan, Desember 1970, Mesir mengajukan sebuah proposal untuk mendirikan bank syariah. Proposal yang disebut Studi tentang Pendirian Bank Islam Internasional untuk Perdagangan dan Pembangunan (International Islamic Bank for Trade and Development) dan proposal pendirian Federasi Bank Islam (Federation of Islamic Banks), dikaji para ahli dari 18 Negara islam. Proposal tersebut intinya mengusulkan bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga harus digantikan dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian. Proposal tersebut diterima. Sidang menyetujui rencana mendirikan Bank Islam International dan Federasi Bank Islam. Proposal tersebut antara lain mengusulkan untuk : 
a. Mengatur transaksi komersial antara Negara Islam; 
b. Mengatur institusi pembangunan dan investasi; 
c. Merumuskan masalah transfer, kliring, serta settlement antar bank sentral di Negara Islam sebagai langkah awal menuju terbentuknya sistem ekonomi Islam yang terpadu; 
d. Membantu mendirikan institusi sejenis bank sentral syariah di Negara Islam; 
e. Mendukung upaya-upaya bank sentral di Negara islam dalam hal pelaksanaan-pelaksanaan kebijakan yang sejalan dengan kerangka kerja Islam; 
f. Mengatur administrasi dan mendayagunakan dana zakat; 
g. Mengatur kelebihan likuiditas bank-bank sentral Negara Islam. Selain ha tersebut, diusulkan pula pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi dan Pembangunan Negara-negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries). Badan tersebut akan berfungsi sebagai berikut. 
- Mengatur investasi modal Islam -
- Menyeimbangkan antara investasi dan pembangunan di Negara Islam. 
-Memilih lahan/sektor yang cocok untuk investasi dan mengatur penelitiannya. 
- Memberi saran dan bantuan teknis bagi proyek-proyek yang dirancang untuk investasi regional di Negara-negara Islam. 

Sebagai rekomendasi tambahan, proposal tersebut mengusulkan pembentukan perwakilan-perwakilan khusus, yaitu Asosiasi Bank-Bank Islam (Association of Islamic Bank) sebagai badan konsultif untuk masalah-masalah ekonomi dan perbankan syariah. Tugas badan ini di antaranya menyediakan bantuan teknis bagi Negara-negara Islam yang ingin mendirikan bank syariah dan perbankan syariah. Bentuk dukungan teknis tersebut dapat berupa pengiriman para ahli ke Negara tersebut, penyebaran atau sosialisasi sistem perbankan islam, dan saling tukar informasi dan pengalaman antar Negara islam. 

Pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Benghazi, Libya, Maret 1973, usulan tersebut kembali diagendakan. Sidang kemudian juga memutuskan agar OKI mempunyai bidang yang khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan. Bulan Juli 1973, komite ahli yang mewakili Negara-Negara Islam penghasil minyak, bertemu di Jeddah untuk membicarakan pendirian bank Islam. Rancangan pendirian bank tersebut, berupa anggaran dasar dan anggaran rumah tangga, dibahas pada pertemuan kedua, Mei 1974. 

Sidang Mentri Keuangan OKI di Jeddah 1975, menyetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islami atau Islamic Development Bank (IDB) dengan modal awal dua Milyar dinar Islam atau ekuivalen dua Milyar SDR (Special Drawing Right). Semua Negara anggota OKI menjadi anggota IDB. 

Pada tahun-tahun awal beroperasinya, IDB mengalami banyak hambatan karena masalah politik. Meskipun demikian, jumlah anggotanya makin meningkat, dari 22 menjadi 43 negara. IDB juga terbukti mampu memainkan peran yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan Negara-Negara Islam untuk pembangunan. Bank ini memberikan pinjaman bebas bunga untuk proyek infrastruktur dan pembiayaan kepada Negara anggota berdasarkan partisipasi modal Negara tersebut. Dana yang tidak dibutuhkan dengan segera digunakan bagi perdagangan luar negeri jangka panjang dengan menggunakan sistem murabahah dan ijarah. 

3. Islamic Research and Training Institute 
IDB juga membantu mendirikan bank-bank Islam di berbagai Negara. Untuk pengembangan sistem ekonomi syariah, institusi ini membangun sebuah institusi riset dan pelatihan untuk pengembangan penelitian dan pelatihan ekonomi islam, baik dalam bidang perbankan maupun keuangan secara umum. Lembaga ini disingkat IRTI (Islamic Research and Training Institute). 

Pembentukan bank-bank syariah
Berdirinya IDB telah memotivasi banyak Negara islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Untuk itu, komite ahli IDB pun bekerja keras menyiapkan panduan tentang pendirian, peraturan dan pengawasan bank syariah. Kerja keras mereka membuahkan hasil. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, bank-bank syariah bermunculan di Mesir, Sudan, Negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, serta Turki. 

Secara garis besar, lembaga-lembaga tersebut dapat dimasukan ke dalam dua kategori. Pertama, bank Islam komersial (Islamic Comercial Bank). Kedua, lembaga investasi dalam bentuk international holding companies. Bank-bank yang masuk kategori pertama diantaranya: 
1. Faisal Islamic Bank 
2. Kuwait Finance House 
3. Dubai Islamic Bank 
4. Jordan Islamic Bank for Finance and Investment 
5. Bahrain Islamic Bank, 
6. Islamic International Bank for Investment and Development (Mesir). 

Adapun yang termasuk kategori kedua adalah :  
1. Daar al-Maal al-Islami (Jenewa) 
2. Islamic Investment Company of the Gulf, 
3. Islamic Investment Company (Bahama), 
4. Islamic Investment Company (Sudan), 
5. Bahrain Islamic Investment Bank (Manama), 
6. Islamic Investment House (Amman). 

D. PERKEMBANGAN BANK-BANK SYARIAH DI BERBAGAI NEGARA 
1. PAKISTAN 
Pakistan merupakan pelopor di bidang perbankan syariah. Pada awal Juli 1979, sistem bunga dihapuskan dari operasional tiga institusi: National Investment (Unit Trust), House Building Finance Corporation (pembiayaan sektor perumahan), Mutual Fund of the Investment Corporation of Pakistan (kerjasama investasi). Pada 1970-80, pemerintah mensosialisasikan skema pinjaman tanpa bunga kepada petani dan nelayan. 

Pada tahun 1981, seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang Perusahaan Mudharabah dan Murabahah, mulailah beroperasi tujuh ribu cabang bank komersial nasional di seluruh Pakistan dengan menggunakan sistem perbankan Pakistan dikonversi dengan sistem yang baru, yaitu sistem perbankan syariah. 

2. MESIR 
Bank syariah yang pertama didirikan di Mesir adalah Faisal Islamic Bank. Bank ini mulai beroperasi pada bulan Maret 1978 dan berhasil membukukan hasil mengesankan dengan total asset sekitar dua miliar dolar AS pada 1986 dan tingkat keuntungan sekitar 106 juta dolar AS. Selain Faisal Islamic Bank, terdapat bank lain, yaitu Islamic International Bank for Investment and Development yang beroperasi dengan menggunakan instrument keuangan Islam dan menyediakan jaringan yang luas. Bank ini beroperasi, baik sebagai bank investasi (investment bank), bank perdagangan (merchant bank), maupun bank komersial (commercial bank).

3. SIPRUS 
Faisal Islamic Bank of Kibris (Siprus) mulai beroperasi pada Maret 1983 dan mendirikan Faisal Islamic Investment Corporation yang memiliki dua cabang di siprus dan satu cabang di Istambul. Dalam sepuluh bulan awal operasinya, bank tersebut telah melakukan pembiayaan dengan skema murabahah senilai sekitar TL 540 juta (TL atau Turkey Lira, mata uang Turki). 

Bank ini juga melaksanakan pembiayaan dengan skema musyarakah dan mudharabah, dengan tingkat keuntungan yang bersaing dengan bank non syariah. Kehadiran bank Islam di Siprus telah menggerakan masyarakat untuk menabung. Bank ini beroperasi dengan mendatangi desa-desa, pabrik, dan sekolah dengan menggunakan kantor kas (mobil) keliling untuk mengumpulkan tabungan masyarakat. Selain kegiatan-kegiatan di atas, mereka juga mengelola dana-dana lainnya seperti al-qardhul hasan dan zakat. 

4. KUWAIT 
Kuwait Finance House didirikan pada tahun 1977 dan sejak awal beroperasi dengan sistem tanpa bunga. Institusi ini memiliki puluhan cabang di Kuwait dan telah menunjukan perkembangan yang cepat. Selama dua tahun saja, yaitu 1980 hingga 1982, dana masyarakat yang terkumpul meningkat dari sekitar KD 149 juta menjadi KD 474 juta. Pada akhir tahun 1985, total asset mencapai KD 803 juta dan tingkat keuntungan bersih mencapai KD 17 juta (satu Dinar Kuwait ekuivalen dengan empat hingga lima dolar US). 

5. BAHRAIN 
Bahrain merupakan off-shore banking heaven di Timur Tengah. Di negeri yang hanya berpenduduk tidak lebih dari 660.000 jiwa (per Desember 1999) tumbuh sekitar 220 local dan off-shore banks. Tidak kurang dari 22 diantaranya beroperasi berdasarkan syariah. Di antara bank-bank yang beroperasi secara syariah tersebut adalah Citi Islamic Bank of Bahrain,dan al-Barakah Bank. 

6. UNI EMIRAT ARAB 
Dubai Islamic Bank merupakan salah satu pelopor perkembangan bank syariah. Didirikan pada tahun 1975. Investasinya meliputi bidang perumahan, proyek-proyek industry, dan aktivitas komersial. Selama beberapa tahun, para nasabahnya telah menerima keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan bank konvensional. 

7. MALAYSIA 
Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) merupakan bank syariah pertama di Asia tenggara. Bank ini didirikan pada tahun 1983, dengan 30% modal merupakan milik pemerintah federal. Hingga akhir 1999, BIMB telah memiliki lebih dari tujuh puluh cabang yang tersebar hampir di setiap Negara bagian dan kota-kota Malaysia, BIMB telah tercatat sebagai listed-public company dan mayoritas sahamnya dikuasai oleh Lembaga Urusan dan Tabungan Haji. 

Pada tahun 1999, disamping BIMB telah hadir satu bank syariah baru dengan nama Bank Putera Muamalah. Bank ini merupakan anak perusahaan dari Bank Bumi Putera yang baru saja melakukan merger dengan Bank of Commerce. 

Di negeri jiran ini, di samping full pledge Islamic banking, pemerintah Malaysia memperkenankan juga system Islamic window yang memberikan layanan syariah pada bank konvensional. 

8. IRAN 
Ide pengembangan perbankan Syariah di Iran sesungguhnya bermula sesaat sejak revolusi Islam di Iran yang dipimpin Ayatullah Khomeini pada tahun 1979, sedangkan perkembangan dalam arti riil baru dimulai sejak januari tahun 1984. Berdasarkan ketentuan / undang-undang yang disetujui pemerintah pada bulan Agustus 1983. Sebelum undang-undang tersebut dikeluarkan sebenarnya telah terjadi transaksi sebesar lebih dari 100 miliar rial yang diadministrasikan sesuai dengan sistem syariah. Islamisasi sistem perbankan di Iran ditandai dengan nasionalisasi seluruh industri perbankan yang dikelompokan menjadi dua kelompok besar, yaitu : 
(1) perbankan komersial, 
(2) lembaga pembiayaan khusus. 
Dengan demikian, sejak dikeluarkannya Undang-Undang Perbankan Islam (1983), seluruh sistem perbankan di iran otomatis berjalan sesuai syariah dibawah kontrol penuh pemerintah.  

9. TURKI 
Sebagai Negara yang berideologi sekuler, Turki termasuk negeri yang cukup awal memiliki perbankan syariah. Pada tahun 1984, pemerintah Turki memberikan izin kepada Daar al-Maal al-Islami (DMI) untuk mendirikan bank yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil. Menurut ketentuan Bank Sentral Turki, bank syariah diatur dalam satu yurisdiksi khusus. Setelah DMI berdiri, pada bulan Desember 1984 didirikan pula Faisal Finance Institution dan mulai beroperasi pada bulan April 1985. Disamping dua lembaga tersebut, Turki memiliki ratusan jika tidak ribuan lembaga waqaf (vaqfi organiyasyonu) yang memberikan fasilitas pinjaman dan bantuan pada masyarakat. 


DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Syafi’i, M.2001.Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek.Jakarta: Penerbit Gema Insani Pers.
Bulletin ekonomika dan bisnis islam (LEBI) FEB UGM http://www.rumahilmuindonesia.net/perpustakaan/ekonomi_syariah/sejara_perbankan_syariah

Read More..

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AKUNTANSI

1.1 PENDAHULUAN
Mempelajari sejarah dan perkembangan suatu ilmu merupakan hal yang sangat penting. Banyak hal yang dapat diperoleh dari kajian sejarah. Walaupun memang dalam pembahasan suatu sejarah dan perkembangan tersebut terdapat beberapa versi. 

Sejarah dan perkembangan akuntansi membuat akuntan masa kini menghargai kontribusi pemikiran terdahulu. Sejarah juga dapat berbicara tentang proses perkembangannya hingga sampai pengembangan masa kini. Pentingnya mempelajari sejarah adalah untuk memahami praktik dahulu, sekarang dan prediksi masa depan. 


1.2 EVOLUSI DOUBLE ENTRY-BOOKKEEPING 
Jantung akuntansi keuangan modern ada pada sistem pembukuan berpasangan. Sistem ini melibatkan pembuatan paling tidak dua masukan untuk setiap transaksi: satu debit pada suatu rekening, dan satu kredit terkait pada rekening lain. Jumlah keseluruhan debit harus selalu sama dengan jumlah keseluruhan kredit. Cara ini akan memudahkan pemeriksaan jika terjadi kesalahan. 

1.2.1 SEJARAH AWAL AKUNTANSI
Akuntansi sebagai suatu seni yang mendasarkan pada logika matematik -sekarang dikenal sebagai “pembukuan berpasangan” (double-entry bookkeeping)- sudah dipahami di Italia sejak tahun 1495 pada saat Luca Pacioli (1445 - 1517), yang juga dikenal sebagai Friar (Romo) Luca dal Borgo, mempublikasikan bukunya yang berjudul “Summa de Arithmatica Geomaria, Proportioni et Proportionalita” di Venice, Itali. Buku berbahasa Inggris pertama diketahui dipublikasikan di London oleh John Gouge atau Gough pada tahun 1543. 

Pendapat mayoritas ilmuwan menyebutkan bahwa sistem pencatatan sederhana telah ada kurang lebih tahun 3000 SM. Pada waktu tersebut sudah terbentuk peradaban tua yaitu peradapan Kaldea-Babilonia, Asiria, dan Samaria yang dikenal sebagai pembentuk sistem pemerintahan pertama di dunia, pembentuk sistem bahasa tulisan tertua, dan pembuat catatan tertua. Terdapat juga peradapan Mesir yang terkenal dengan sistem perputaran mesin keuangan dan departemen. Peradapan lain yaitu Cina, dengan akuntansi pemerintahan yang memainkan peran kunci dalam dinasti Chao (1122 – 256 SM). Kemudian peradapan Yunani dengan manajer estat Appoloniusnya yang bernama Zenon yang memperkenalkan sistem akuntansi pertanggungjawaban yang luas pada tahun 256 SM. Peradaban Roma juga turut andil dalam pengembangan sistem pembukuan yang ditunjukkan dengan hukum yang menentukan bahwa pembayar pajak harus membuat laporan posisi keuangan dan hak warga negara tergantung pada tingkat kekayaan. 

Tidak mungkin dilupakan adalah peran dari bangsa Arab atas sumbangan yang sangat berharga, yaitu sistem numerik yang jauh lebih sederhana dari pada sistem numerik romawi. Tak bisa terbayangkan apabila sistem akuntansi yang telah mencapai transaksi trilyunan masih menggunakan sistem angka romawi. 

Apabila ditelusuri lagi, sistem penemuan akuntansi (double entry) pertama adalah para pedagang. Para pedagang inilah yang dengan cepat menyebarkan sistem akuntansi. Tak ada yang bisa menyangkal sebuah kebenaran bahwa bangsa Arab adalah bangsa pedagang ulung dan nabi Muhammad sendiri sejak masih remaja ikut melakukan perjalanan perniagaan. 

Peradaban Mesir juga merupakan pemegang kendali perdagangan dunia pada masanya. Sebuah peradaban dengan perdagangn yang diterima dunia tidak mungkin tidak mempunyai sistem perakuntasian yang memadai.

Kehadiran pembukuan pada berbagai peradapan tersebut di atas masing-masing telah memenuhi prasyarat tujuh prakondisi yang dikemukakan oleh C. Littleton. Tujuh prasyarat tersebut adalah: seni menulis, Aritmatika, kekayaan individu, uang sebagai perantara dalam perekonomian, transaksi kredit, perniagaan dan modal. 

Sebenarnya buku pertama tentang pembukuan berpasangan muncul pada tahun 1340 oleh Massari dari Genoa. Pembukuan berpasangan ini mendahului Paciolo kurang lebih dua ratus tahun. Bahkan Raymond de Rover menggambarkan perkembangan awal akuntansi di Itali yaitu pada pencapaian pedagang-pedagang Itali kira-kira antara 1250 – 1400 dengan pembukuan berpasangan. Di Itali juga disebutkan bahwa penggunaan akuntansi sebagai pengendalian manajemen sejak 1400. Perkembangan akuntansi saat itu juga telah mengenalkan cost, accrual dan deferred. Bentuk-bentuk dasar akuntansi berpasangan yang belum sempurna telah ada dalam peradaban Inca kuno dalam tahun 1577. Adanya fakta-fakta tersebut mengukuhkan bahwa peradapan-peradaban kuno telah mengawali pembukuan jauh sebelum buku pastor Itali, Luca pacioli, terbit. 

1.2.2 KONTRIBUSI LUCA PACIOLI DAN PENGARUH ILMUWAN MUSLIM 

Gambar 1.1: Luca Pacioli (sumber:www.wikipedia.com) 

Dalam berbagai literatur disebutkan bahwa akuntansi lahir dari tangan seorang pendeta Itali yang bernama Luca Pacioli yang juga terkenal sebagai bapak Akuntansi. Pada tahun 1949 pacioli menerbitkan buku yang berjudul ”Summa de Arithmatica, Geometrica, proportioni at Proportionalita” di Venice Itali. Buku tersebut memuat 36 bab yang diantaranya terdapat dua bab dengan judul De Computis et Scripturis yang menyebutkan double entry bookkeeping system.

Pacioli bukanlah orang yang menemukan pembukuan berpasangan, tetapi menuliskan dan menggambarkan praktik yang sudah ada. Dia menyebutkan bahwa tujuan pembukuan adalah untuk memberikan informasi yang tepat waktu kepada pedagang tentang harta dan kewajibannya. Dia mengatakan, “Semua pencatatan….harus dilakukan secara secara berpasangan, yaitu bahwa, jika Anda membuat seseorang sebagai kreditor, Anda juga harus membuat orang lain sebagai debitor”. Sebuah transaksi tidak hanya berpengaruh pada suatu rekening tetapi juga akan berpengaruh terhadap rekening yang lain. Tiga buku yang digunakan yaitu: memorandum, jurnal dan buku besar. Pacioli juga menyarankan untuk membuat catatan diskriptif yang tidak hanya menyebutkan nama pembeli dan penjual, ukuran, berat dan harga barang tetapi juga menyebutkan syarat pembayaran secara kas atau tangguh (kredit). Disebutkan juga mata uang serta nilai konversinya. Di saat yang sama dikarenakan waktu kongsi pendek, Pacioli juga menuliskan penghitungan profit yang periodik dan penutupan buku. Berikut nasihat yang diberikan: 

”Adalah baik untuk menutup buku setiap tahun, khususnya jika Anda dalam kerjasama dengan orang lain. Akuntansi membuat persahabatan berlangsung lama” 

Secara umum buku Pacioli tersebut adalah sumbangan besar bagi sejarah dan perkembangan akuntansi. Walaupun beberapa literatur menyebutkan bahwa sebenarnya Pacioli bukanlah orang pertama yang menulis tentang akuntansi dan pembukuan berpasangannya. Riahi-Belkoui (2000) menyebutkan bahwa buku pertama tentang pembukuan berpasangan muncul pada tahun 1340 oleh Massari dari Genoa. Pacioli sendiri mengakui bahwa metode pencatatan pembukuan telah digunakan ratusan tahun sebelumnya. Pacioli mengaku melakukan penjiplakan dari bahan manuskrip. 

Prof. Dr. Omar Abdulllah Zaid menyebutkan bahwa sebelum munculnya buku Pacioli ada sebuah manuskrip yang ditulis pada tahun 765 H/1363 M yang menyebutkan dan menegaskan penggunaaan akuntansi dan pengembangannnya di negara muslim. Manuskrip ini ditulis oleh penulis muslim, Abdullahh bin Muhammad bin Kayak Al Mazindarani yang diberi judul ”Risalah Falakiyah Kitab As Siyaqat”. Tulisan ini disimpan di perpustakaan Sulaiman Al Qanuni di Istambul Turki. Di bagian manuskrip dengan nomor 2756 memuat akuntansi di negara Islam. 

Tulisan-tulisan tentang pembukuan berpasangan tidak terlepas dari perkembangan ilmu aritmatika dan penemuan angka nol. Aritmatika yang mengembangkan persamaan Aljabar/Algebra yang merupakan hasil ijtihad Aljabr, pemikir muslim pada masa kekhalifahan Abbasiyah. Demikian juga penemuan angka nol juga oleh cendekiawan muslim, Al khawarizmi yang dikenal Algoritma. Buku Pacioli sendiri sebenarnya bukanlah buku yang secara khusus membahas pembukuan berpasangan, namun lebih kepada pembahasan Aritmatika dan ilmu matematika yang lain. Padahal jauh sebelumnya penulisan yang dilakukan oleh Pacioli, Al Jabr dan Al Khawarizmi telah mendahului dengan penemuan-penemuan yang kontribusinya sampai saat ini masih digunakan secara luas. 

Pada dinasti Abbasiyah sekitar abad ke-9 peradaban Islam telah memegang kendali peradaban dunia, baik dari segi perdagangan maupun ilmu pengetahuan. Jika ada klaim bahwa pembukuan berpasangan pertama adalah di Itali, perlu adanya keraguan karena pada masa sebelumnya diterbitkan buku Pacioli, perdagangan barat tidaklah menonjol bahkan sebelumnya dunia barat mengalami Dark Ages. 

1.2.3. PERKEMBANGAN PEMBUKUAN BERPASANGAN 
Memang harus diakui bahwa penulisan dan penerbitan buku Summa de Arithmatica, Geometrica, proportioni at Proportionalita membawa pengembangan akuntansi khususnya pembukuan berpasangan. Cushing menggambarkan secara garis besar rangkaian tahapan perkembangan pembukuan berpasangan sebagai berikut: 

1. Sekitar abad ke-16 teknik pembukuan sedikit mengalami perubahan, yaitu terlihat nyata adalah pengenalan jurnal khusus untuk mencatat tipe-tipe transaksi yang berbeda. Yamney juga mengemukakan penggunaan buku-buku pembantu khusus.

2. Evolusi praktik pelaporan keuangan periodik pada abad ke-16 dan ke-17. Terjadi juga evolusi personifikasi akun dan transaksi sebagai upaya untuk membuat aturan debit dan kredit menjadi lebih masuk akal. 

3. Penerapan sistem berpasangan diperluas dalam tipe organisasi yang berbeda. Peragallo menyebutkan pada periode 1559-1795 perluasan pembukuan berpasangan juga diterapkan dalam negara dan biara. Kritik terhadap pembukuan berpasangan sudah mulai terlihat luas yang mendorong dimulainya riset teoritis. 

4. Pada abad ke-17 penggunaan akun persediaan terpisah untuk tipe barang yang berbeda. Contohnya barang persediaan konsinyasi terpisah dengan yang lain, demikian juga dengan barang dalam perjalanan dan barang dalam persekutuan (Yamey). 

5. Dimulai dengan East India Company dalam abad ke-17 dan pertumbuhan korporasi yang berkelanjutan akibat dari revolusi industri, menjadikan akuntansi mendapat perhatian yang lebih lagi. Terbukti adanya pengembangan akuntansi biaya, pengakuan pada konsep continuity, periodicity, dan sistem accrual. 

6. Metode perlakuan aset tetap yang dikembangkan sebelum abad ke-18. Menurut Yamey: 
”Pertama, aset dibawa ke periode berikutnya dan selisih antara pendapatan dan beban secara umum dimasukkan ke dalam aset, ditransfer ke akun profit and loss pada tanggal neraca. Kedua, pengeluaran awal dan pengeluaran lainnya serta penerimaan di tutup pada tanggal neraca dan selisih antara debit dan kredit dibawa ke periode berikutnya. Ketiga, aset dinilai kembali naik dan turunnya pada tanggal neraca, kemudian hasilnya dibawa ke periode berikutnya dan perbedaan saldonya di poskan ke akun profit and loss. 

7. Sampai dengan abad ke-19, depresiasi kekayaan diperlakukan sebagai barang dagangan yang tidak terjual. Meskipun tidak banyak digunakan, Saliero pada tahun 1915, membuktikan adanya metode depresiasi garis lurus, metode menurun, sinking fund dan anuitas serta metode cost unit. Setelah tahun 1930-an beban depresiasi menjadi lebih umum. 

8. Akuntansi biaya hadir pada abad ke-19 sebagai akibat revolusi industri. Akuntansi biaya dimulai pada industri-industri tekstil pada abad ke-15.D. R. Scott mencatat konsekuensi pabrik tekstil dalam The Cultural Significance of Account yang menyebutkan munculnya akuntansi biaya pada perusahaan manufaktur. 

9. Perkembangan teknik akuntansi untuk pembayaran di muka dan akrual untuk memungkinkan dilakukannya komputasi profit periodik terjadi pada paruh kedua abad ke-19. 

10. Perkembangan laporan dana terjadi pada paruh kedua abad ke-19 dan abad ke-20. 

11. Pada abad ke-20 terjadi perkembangan metode-metode akuntansi yang menyangkut isu-isu kompleks, dari masalah komputasi earnings per lembar saham, akuntansi untuk komputasi bisnis, akuntansi untuk inflasi, sewa guna jangka panjang dan pensiun, sampai masalah akuntansi yang krusial untuk produk baru dari rekayasa keuangan. 


1.3 PERKEMBANGAN PRINSIP AKUNTANSI DI USA
Berbagai kelompok di USA, secara terus-menrus melakukan kajian-kajian untuk mengembangkan akuntansi. Pengujian dan analisa kritis dilakukan terhadap teori-teori dan prinsip-prinsip akuntansi. Ada empat fase dalam pengembangan akuntansi yang dapat diidentifikasi. Pada fase pertama (1900 – 1933) manajemen sepenuhnya mengendalikan pemilihan informasi keuangan yang diungkapkan dalam laporan tahunan. Fase kedua (1933 – 1959) dan fase kedua (1959 -1973) lembaga-lembaga professional telah memainkan perannya dalam pengembangan prinsip-prinsip akuntansi. Pada fase fase (1959 – sekarang) Financial Accounting Standard Board (FASB) dan berbagai kelompok penekan pendorong terjadinya politisasi akuntansi. 


1.4 PERKEMBANGAN AKUNTANSI DI INDONESIA 
Jejak sejarah akuntansi di Indonesia bisa ditelusuri ketika Belanda ‘beroperasi’ di Indonesia. Sebelum itu, tepatnya zaman kejayaan kerajaan Majapahit, kerajaan Sriwijaya, dan kerajaan Mataram tidak ada tanda khusus ataupun tulisan yang mensiratkan penerapan akuntansi. Kendati demikian menurut Sukoharsono (Harahap, 2005:49) menilai bahwa akuntansi masuk ke Indonesia ketika pedagang Arab mendarat dan mengadakan transaksi di wilayah Nusantara. Dalam buku Teori Akuntansi-nya Harahap menyatakan ada 2 periodisasi perkembangan akuntansi di Nusantara, yaitu zaman Penjajahan dan zaman Kemerdekaan.

1. Zaman Kolonial 
Sebelum Belanda resmi menjajah Indonesia (1800-1942), perserikatan Maskapai Belanda yang dikenal dengan nama Vereenigde Oost Indish Compagnie (VOC) telah berdiri pada tahun 1602. VOC tersebut merupakan peleburan 14 Maskapai yang beroperasi di Hindia Timur. Pada tahun 1619 VOC membuka cabang di Batavia dan tempat-tempat lain di Indonesia. Kemudian pada abad ke-18 mengalami kemunduran hingga akhirnya VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799. Berkaitan dengan transaksi dagang rempah-rempah yang dilakukan VOC sudah bisa dipastikan Maskapai Belanda tersebut telah melakukan pencacatan. 

Sehubungan dengan hal tersebut, Ans Saribanon Sapiie (harahap, 2005: 50) mengemukakan bahwa menurut Stible dan Stroomberg, bukti otentik mengenai pencatatan pembukuan di Indonesia paling dilakukan menjelang abad ke-17. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya sebuah instruksi Gubernur Jenderal VOC pada tahun 1642 yang mengharuskan dilakukan pengurusan pembukuan atas penerimaan uang, pinjaman-pinjaman, dan jumlah uang yang diperlukan untuk pengeluaran (ekspoitasi) garnisun-garnisun dan galangan kapal yang ada di Batavia dan Surabaya. 

Pada zaman penjajahan Belanda (setelah bubarnya VOC), catatan pembukuan menekankan pada mekanisme debit kredit, yang dijumpai pada pembukuan Amphioen Socyteit di Batavia yang bergerak di bidang peredaran candu atau morfin. 

Selanjutnya berdiri juga perusahaan-perusahaan Belanda yang membuka perwakilan di Indonesia. Untuk catatan pembukuannya merupakan modifikasi sistem Venice-Itali, dan tidak dijumpai adanya kerangka pemikiran konseptual untuk mengembangkan system pencatatan tersebut. Sedangkan, segmen bisnis menengah ke bawah dikuasai oleh pedagang-pedagang keturunan antara lain ada Cina, India dan Arab. Sejalan dengan hal tersebut penyelenggaraan pembukuan dipengaruhi oleh sistem etnis masing-masing.

Menurut Hadibroto (Harahap, 2005: 51) mengikhtisarkan pembukuan asal etnis sebagai berikut: 
a. Sistem pembukuan Cina terdiri dari lima kelompok, yaitu: Sistem Hokkian (Amoy), system Kanton, system Hokka, system Tio Tjoe/system swatoe, system gaya baru 
b. Sistem pembukuan India atau system Bombay 
c. Sistem pembukuan Arab atau Hadramaut 

Adapun dalam masa penjahahan Jepang (1942 – 1945) pembukuan tidak mengalami perubahan yang cukup berarti, tetap menggunakan pola Belanda. Karena banyak orang Belanda yang ditangkap oleh Jepang, maka tenaga pengajar untuk sistem pembukuan berkurang. Pada masa tersebut tercatat yang menjadi tenaga pengajar pembukuan adalah J.E de I’duse, Akuntan, Dr. Abutari, Akuntan, J.D Massie dan R.S. Koesoemoputra. Jepang juga mengajarkan pembukuan dalam huruf kanji tetapi tidak diajarkan pada orang-orang Indonesia. 

2. Zaman Kemerdekaan 
Sebagai daerah bekas jajahan Belanda, kondisi praktik pembukuan dan perkembangan pemikiran akuntansinya sangat dipengaruhi oleh pola Belanda samapi dasawarsa 1960-an. Sistem tersebut lebih dikenal dengan nama tata buku. 

Di dunia pendidikan tinggi akuntansi pola Belanda ini sangat berpengaruh dalam kurikulum pengajarannya sampai dengan pertengahan dasawarsa tahun 1970-an. Dalam masa itu, untuk memperoleh gelar akuntan harus melalui sistem panjang dengan lama pendidikan 6 tahun, yaitu 4 tahun untuk studi ekonomi perusahaan (manajemen) dan 2 tahun untuk studi akuntansinya. Buku yang dipergunakan dalam pengajaran tersebut adalah buku teks karangan Belanda yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh R. Soemita Adikoesoemah, yaitu antara lain Tata Buku oleh Amaniuli; Tata Buku Lanjutan (Vooretgezet Boekhouden) oleh Dr. A.J.A. Prange; Administrasi Perusahaan Modern (APM); Teori Ilmu Biaya dan Neraca oleh Prof. Dr. Mey Jr; Ilmu Biaya dan Harga Pokok oleh Van Der Schroef; Ilmu Neraca (Bedrijfshuis houndkonde-Balansleer) oleh Dr. O. Bakker; Dasar-Dasar Organisasi Administrasi oleh J. Van Nimwegen: Pengantar Kontrol bagi Akuntan (Inleiding Tot de Leer van de Accountantscontrole) oleh J.E. Spinosa Catella dan L.G. Van Der Hoek. 

Tingkat pendidikan menengah SMEA dan SLTA/SMU, buku pegangannya adalah Tata Buku-Amaniuli dan Hitung Dagang saduran Effendi Harahap maupun buku-buku karangan Z.A. Moechtar. Pengajaran Tata Buku berlangsung hingga dasawarsa 1970-an, ditandai dengan terbitnya Tata Buku dalam Masa Pembangunan, dan Hitung Dagang karangan Z.A. Moechtar, yang terutama digunakan lembaga-lembaga kursus Bond A (A1 dan A2), Bond B dan APM. 

Pada tahun 1905 mulai berdatangan perusahaan-perusahaan asing seperti Shell (Inggris), Caltex, dan Stanvak (AS). Sejalan dengan itu, penerapan akuntansi di Indonesia mulai dipengaruhi oleh perusahaan asing tersebut, khususnya Amerika Serikat. Pola Amerika Serikat ini semakin kuat menggeser pola Belanda setelah Indonesia memutus hubungan diplomasi dengan Belanda terkait masalah konfrontasi Irian Jaya pada tahun 1957.

Pada tanggal 23 Desember 1957 Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) berdiri di Jakarta. IAI berhasil menyusun dan Menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) pada tahun 1973, dengan maksud antara lain: menghimpun prinsip-prinsip yang lazim berlaku di Indonesia dan sebagai prasarana bagi terbentuknya pasar uang dan modal di Indonesia. Ketika itu bagi perusahaan yang akan go public harus menyusun laporan keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi Indonesia. 

Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) 1973 adalah hasil kerja panitia penghimpun bahan-bahan dan striktur dari Generally Accepted Accounting Principles dan Generally Acceptes Auditing Standard yang terdiri dari dewan penasihat panitia kerja. Pengkodifikasian prinsip akuntansi tersebut disahkan pada konggres III tanggal 2 Desember 1973, yaitu menjelang adanya pasar uang dan modal. Adapun bahan-bahan yang digunakan menghimpun Prinsip Akuntansi 1973 adalah sebagai berikut: 
1. Buku prinsip-prinsip akuntansi yang diterbitkan Direktorat Akuntan Negara, Direktorat Jenderal Pengawasan keuangan Negara (DJPKN), Departemen Keuangan RI yang sekarang bernama BPKP. 
2. Inventory of Generally Accepted Accounting Principles for Business Enterprise, oleh Paul Grady, diterbitkan oleh AICPA 
3. Opinions of Accounting Principles Board, diterbitkan oleh AICPA 
4. Kumpulan dari Accounting Research Bulletin (ARBs), diterbitkan oleh AICPA 
5. A Statement of Australian Accounting Principles, diterbitkan oleh Accounting and Auditing Research Committee dari Accountancy Research Foundation 
6. Wet op de Jaarekening van Ondernemingen, diterbitkan oleh NIVRA 
7. Beberapa Literatur lainnya. 

Prinsip Akuntansi 1973 disempurnakan kembali dengan adanya Prinsip Akuntansi 1984. Dalam Prinsip baru ini prinsip-prinsip yang memerlukan penjabaran lebih lanjut diatur dengan “pernyataaan” tersendiri. 

Sehubungan dengan hal itu, komite PAI-PAI mulai tahun 1986 menerbitkan serangkaian Pernyataan PAI dan Interpretasi PAI untuk mengambangkan, menambah, mengubah serta menjelaskan standard keuangan yang berlaku, yang merupakan bagian yang terpisahkan dari prinsip Akuntansi 1984. 

Prinsip Akuntansi 1984 kemudian diganti dengan Prinsip Akuntansi 1994 yang mengadopsi pernyataan resmi (Pronouncements) International Accounting Standard Committee (IASC). Kemudian IAI menerbitkan dua buku, yaitu Standar Akuntansi Keuangan 1994, yang berisi Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan dan Seperangkat Standar Akuntansi Keuangan, terdiri 35 pernyataan yang setaraf standar internasional. 

Kerangka dasar dan seperangkat penyusunan terebut, merupakan landasan yang dianggap kokoh untuk penegmbangan labih lanjut. Berlaku untuk penyusunan laporan keuangan mencakup periode laporan yang dimulai atau setelah tanggal 1 Januari 1995. 


1.5 AKUNTANSI DAN KAPITALISME 
Kaitan antara akuntansi dan kapitalisme ini dikenal dengan tesis Sombart atau Sombart Argument. Tesis ini merupakan tesis perluasan Tesis Max Weber. Tesis Sombart menunjukkan bahwa transformasi asset menjadi nilai abstrak dan ekspresi kuantitatif hasil aktivitas usaha, akuntansi sistematik dalam bentuk pembukuan berpasangan memungkinkan, pertama, pengusaha kapitalistik untuk merencanakan, mengatur, dan mengukur dampak aktivitasnya; dan kedua, untuk pemisahan pemilik dan usaha itu sendiri, sehingga memungkinkan pertumbuhan korporasi. Di sisi lain Yamey mengindikasikan bahwa pengusaha dalam abad ke-16 sampai ke-19 tidak menggunakan sistem pembukuan berpasangan untuk mengikuti perkembangan profit dan modal, tetapi sekedar sebagai catatan transaksi (Belkoui, 2000). 

Perbedaan pendapat antara Sombart dan Yamey pada dasarnya terletak pada intrepretasi atas siginifikansi teknik pembukuan berpasangan dan penggunaan awal catatan berpasangan. Berdasarkan hal tersebut, Winjun mencoba memberi suatu intrepretasi yang berlawanan dengan pendapat Yamey, dengan menyediakan bukti bahwa pada awal abad ke-16 penentuan profit dan loss merupakan fase penting sistem pembukuan berpasangan. Dia menyimpulkan sebagai berikut: 

“Sombart benar dalam mengarahkan perhatian pada hubungan antara akuntansi dan penggunaan kaitalisme. Sistem pembukan berpasangan memiliki kapabiitas untuk membuat kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi. Kemampuan pembukuan berpasangan untuk mengungkapkan kesuksesan atau kegagalan perusahaan bisnis selama periode waktu tertentu tidak dihargai oleh pedagang inggris mula-mula. Namun, kapasitas system tersebut untuk mengakumulasikan data tentang aktivitas operasi individual, digabung dengan kemampuannya untuk menata kegiatan usaha dan akun para pedagang tersebut, telah mendorong dan merasionalkan aktivitas ekonomi pedagang-pedagang Inggris mula-mula.” 


1.6 RELEVANSI SEJARAH AKUNTANSI
Dalam kaitannya dengan pedagogi (pendidikan), sejarah akuntansi sangat membantu untuk memahami dan mengapresiasi bidang sains akuntansi dan evolusinya sebagai suatu sosial dengan lebih baik. Berikut alasan yang baik bagi relevansi sejarah akuntansi dengan pedagogi: 
1. Suatu profesi yang didasarkan pada tradisi yang dibangun selama beberapa abad akan mendidik anggotanya untuk menghargai warisan intelektual mereka. 

2. Arti dari kemajuan dalam pemikiran, arti dari kontribusi besar bagi literature dan arti dari studi-studi posistif yang krusial dapat hilang, terfragmentasi, atau tidak diakui secara memadai dalam jangka panjang kalau tidak didokumnetasi dan dibentuk oleh para ilmuwan yang memiliki ketrampilan historis. 

3. Tanpa akses terhadap analisis dan intrepretasi perkembangan historis dalam pemikiran dan praktik akuntansi, para peneliti empiris sekarang berisiko investigasi mereka pada klaim yang tidak lengkap dan tidak benar tentang masa lalu 

Dalam kaitannya dengan prespektif kebijakan, sejarah akuntansi dapat menjadi sarana penilaian yang lebih baik terhadap praktik yang berjalan melalui pembandingan dengan metode yang digunakan pada masa lalu.



DAFTAR PUSTAKA 
Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi. RajaGrafindo Persada: Jakarta

Littleton, A.C. 1933. Accounting Evolution to 1990. American Institute Publishing Company: New York. 

Peragallo, Edward. 1938. Origin and Evolution of Double Entry Bookkeeping. New York. 

Riahi-Belkaoui, Ahmed. 2000. Teori Akuntansi. Salemba Empat: Jakarta. 

Sombart, Werner. 1915. The Quintessence of Capitalism. Dutton & Co. 

Winjum, James O. 1971. Accounting and The Rise of Capitalism: An Accountant’s View. Journal of Accounting Research. 

Yamey, B.S. 1949. Scientific Bookkeeping and the Rise of Capitalism: The Economic History Review. 

Yamey, B.S. 1964. Accounting and the Rise of Capital: Further Notes on a Theme by sombart. Journal of Accounting Research.

Read More..