Islamic Micro Finance
Disusun oleh :
Ria Budiati
Hafazoh Alawiyah
Najmiah Al Fadhilah
Ananda Rizky Yasinda
Shofiyatul Muthi’ah
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur diucapkan untuk Allah SWT yang senantiasa melimpahkan kasih sayang dan rahmat-Nya untuk kita semua hamba-Nya yang rapuh dalam langkah dan kadang tak setia kepada-Nya. Begitu banyak nikmat yang tercurah tanpa mengharap imbalan dari hamba yang tak lepas dari khilaf dan dosa. Sholawat dan salam senantiasa tercurah untuk kekasih Allah SWT, Rasulullah SAW yang telah megajarkan kita ilmu pengetahuan yang tak terbatas.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Lembaga Keuangan Syari’ah dengan topik Islamic Micro Finance
Makalah ini disusun dengan maksimal dan sebaik-baiknya. Tetapi fitrahnya manusia bahwa selalu ada khilaf di dalam perbuatan sehingga penyusun memohon maaf jika terdapat kekurangan di dalam penyusunan makalah ini. Saran dan kritik dari semua pihak, baik itu mahasiswa atau dosen diharapkan oleh penyusun sebagai langkah perbaikan diri.
Terimakasih yang mendalam penyusun sampaikan kepada dosen mata kuliah Manajemen Lembaga Keuangan Syari’ah dan mahasiswa untuk dukungan dan motivasinya sehingga makalah ini dapat selesai disusun dengan baik.
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu concern utama negara-negara di dunia saat ini adalah bagaimana mencapai target MDG (Millennium Development Goals) dalam pengurangan angka kemiskinan hingga separuh pada tahun 2015 mendatang. Bahkan beberapa negara berpendapatan-tinggi, seperti AS dan China, bersepakat untuk mengembangkan konsep pengentasan kemiskinan melalui hibah dana bagi kelompok negara-negara berkembang, demi mencapai target tersebut. Konsep ini akan bertumpu pada pengembangan lembaga keuangan mikro. Yang menarik adalah, konsep lembaga keuangan mikro (LKM) syariah juga mendapat perhatian yang cukup signifikan. Banyak pihak yang tertarik dengan kinerja LKM syariah kita dan berusaha mengadopsi pola kerja LKM syariah tersebut untuk diterapkan di berbagai negara di dunia.
Kita berkeyakinan bahwa konsistensi kita dalam mengembangkan LKM syariah ini akan menjadi salah satu jalan yang efektif untuk mengulang golden period (masa keemasan) yang pernah ada pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada saat itu lembaga amil zakat dan lembaga sosial lainnya mengalami kesulitan dalam pendistribusian harta yang terkumpul pada masyarakat. Masyarakat sudah sangat sejahtera dengan telah terpenuhinya berbagai macam kebutuhan mereka, seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, kebebasan mengungkapkan pendapat, dan lain-ain. Sebuah mimpi yang harus kita wujudkan menjadi kenyataan. Ke depan, peran LKM syariah akan semakin bersifat strategis dan penting dalam menopang pertumbuhan perekonomian nasional.
Perkembangan lembaga keuangan mikro syariah terutama dalam satu dasawarsa terakhir, baik dari jumlah lembaga maupun jumlah nasabah, menunjukkan angka yang luar biasa. Hal ini tidak terlepas dari semakin tumbuhnya kesadaran masyarakat akan manfaat dan pentingnya menjalankan aktivitas ekonomi melalui lembaga keuangan ini untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Bahkan diprediksi bahwa LKM akan memiliki peran strategis dalam mengakselerasi proses Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2030 mendatang. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Chairul Tanjung, pengusaha yang juga Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), dalam ceramahnya pada peringatan Dies Natalis Ke-47 Institut Pertanian Bogor (IPB). Beliau berkeyakinan bahwa Indonesia akan masuk dalam lima terbesar developed country pada 2030 nanti dengan L,KM menjadi salah satu pilar utamanya.
Program pengentasan kemiskinan melalui Lembaga Keuangan Mikro (LKM) sesungguhnya telah dilaksanakan di banyak negara iberkembang. Program ini merupakan sarana untuk membantu pengusaha kecil-menengah dalam membiayai investasi untuk kegiatan ekonomi, mengurangi kerentanan terhadap goncangan eksternal, pengeluaran konsumsi, dan memungkinkan para arbeitlose (pengangguran) untuk berwirausaha ketika peluangupah di sektor formal ekonomi terbatas. Bahkan PBB secara tegas menyatakan bahwa tahun 2005 lalu sebagai permulaan tahun internasional bagi lembaga keuangan Mikro, yang mengakui bahwa lembaga ini merupakan sarana penting mengurangi kemiskinan dunia.
Dalam konsep Islam, negara manapun yang memiliki goal yang jelas, yakni terbentuknya tatanan masyarakat yang sejahtera sebagaimana yang disampaikan Imam al Syatibi dalam karyanya al muwafaqat fii al ushul, akan berusaha dengan konsisten mencari dan menjalankan berbagai kegiatan ekonomi yang menguntungkan dan sesuai dengan karakter bangsa. Islamic Micro-finance yang di dalamnya ada BMT, Koperasi Syariah, BPRS serta bank-bank Islam dengan unit usaha mikronya diharapkan dapat membantu merealisasikan tujuan tersebut.
PINBUK sendiri, sebagai institusi yang mewadahi lembaga BMT di Indonesia, telah mencatat bahwa jumlah BMT yang beroperasi sampai dengan tahun 2009 di berbagai provinsi mencapai angka 3.536 lembaga (lihat gambar 1). PINBUK juga mencatat bahwa pertumbuhan BMT pertahunnya rata-rata mencapai angka sekitar 108 lembaga. Dengan fakta seperti ini, maka proyeksi pertumbuhan BMT 20 tahun ke depan akan sangat luar biasa. Apalagi data ini belum mencakup koperasi syariah, Koppontren (koperasi pondok pesantren) atau BMT lain yang belum terdata oleh Pinbuk.
Dari sisi nilai aset, yang mana akan berpengaruh pada seberapa besar karyawan yang akan dipekerjakan, atau seberapa banyak nominal uang yang akan dikelola, terdapat lebih kurang 168 BMT yang memiliki aset lebih dari Rp 1 milyar. Bahkan beberapa BMT ada yang memiliki aset hingga puluhan milyar rupiah, seperti BMT Bina Ummat Sejahterah di Lasem dan BMT Beringharjo di Jogjakarta. Sedangkan BMT Marsalah Mursalah lil Ummah (MMU) dan BMT UGT Sidogri Pasuruan pada tahun 2009, masing-masing beraset 56,79 Milyar dan 164,87 milyar rupiah, dan mereka rata-rata telah mempunyai outlet/cabang di beberapa provinsi di Indonesia. Selanjutnya, hampir
80 persen BMT, menurut catatan PINBUK, memiliki aset antara Rp 50 juta hingga Rp 500 juta. Hanya 9,32 persen yang memiliki aset di bawah Rp 50 juta.
Hal yang sangat menarik dari berkembangnya jumlah lembaga keuangan mikro Islam ini, bahwa permasalahan dukungan financial yang dihadapi mayoritas bangsa ini (terutama para petard) akan bisa terselesaikan jika peran LKM syariah ini bisa dioptimalkan. Dalam sebuah studi empiris yang dilakukan di Gunung Kidul-Jogjakarta oleh lembaga penelitian InterCafe IPB bekerja sama dengan CIFOR, ditemukan bahwa mayoritas masyarakat petani yang hidup di pedesaan, lebih memilih kelompok arisan atau koperasi (45,5 persen), yang prakteknya berbasis bagi hasil dan sesuai budaya lokal, ketika ditanya preferensi lembaga yang akan didatangi sebagai solusi terhadap masalah finansial yang dihadapi (lihat Gambar 2).
Optimisme untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai terwujudnyawelfare di berbagai daerah, juga dapat dilihat dari banyaknya jumlah Koperasi Pondok Pesantren, yang juga memiliki misi mengembangkan ekonomi ummat berbasis pesantren di tanah air. Data Direktorat Pendidikan Diniyyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI menyatakan bahwa lembaga pendidikan tertua di Indonesia ini, kurang lebih berjumlah 17.180 pesantren, dan lebih dari 4000 diantaranya telah memiliki koperasi pondok pesantren yang beroperasi secara khusus dalam melayani santri dan masyarakat sesuai values ekonomi Islam.
Dengan kondisi di atas, diperlukan sejumlah langkah agar peran LKM syariah menjadi semakin besar ke depannya. Paling tidak, ada tiga tahap yang harus dilakukan. Pertama, tahap pembenahan. Tahap ini harus dimulai dari sekarang hingga 2015. Dalam tahap ini semua stakeholders dan para decision maker, harus merapatkan barisan dengan membentuk berbagai aktifitas yang mendukung terbentuknya lembaga keuangan mikro syariah yang akuntabel, kredibel, dan menunjukkan kinerja lembaga yang bagus. Diharapkan pada tahap ini, kita bisa mencapai angka pertumbuhan ekonomi antara 5-7 persen.
Kedua, tahap akselerasi, yang dimulai dari tahun 2015 hingga 2025. Pada masa ini akan terbentuk berbagai industri yang maju, dengan didukung kuatnya lembaga ekonomi mikro, termasuk LKM syariah. Industri yang maju tersebut diharapkan memiliki kinerja yang sangat baik, sehingga mampu mengangkat level economic growth sekitar 9-11 persen per tahun. Ketiga, tahap sustainable, yang diharapkan terlaksana pada tahun 2025 hingga 2030. Diharapkan pada fase ini, Indonesia telah berada pada kelompok negara maju, dimana pertumbuhan sektor jasa dan keuangan syariah, yang mampu mengintegrasikan sektor riil dan sektor moneter, dapat diwujudkan. Peran LKM syariah diharapkan sudah sedemikian dominan sebagai soko guru perekonomian nasional. Wallahu alam.
BAB II
PEMBAHASAN
Microfinance merupakan pembiayaan dengan skala mikro. Makna mikro dalam dalam konteks ini berkaitan dengan nilai transaksi dan kapasitas keuangan nasabah yang umumnya masuk ke dalam kategori miskin seperti yang dirumuskan oleh UNCDF, CGAPdan ADB “microfinance refers to loans, savings, insurance, transfer services and other financial products targeted at low-income clients”. Sedangkan difinisi yang lebih rinci dirumuskan oleh Marguerite Robinson dalam bukunya yang cukup fenomenal The Microfinance Revolution Volume I & II yakni “microfinance is small-scale financial services provided to people who farm or fish or herd; who operate small or microenterprises where goods are produced, recycled, repaired, or traded; who provide services; who work for wages or commissions; who gain income from renting out small amounts of land, vehicles, draft animals, or machinery and tools; and to other individuals and groups at the local levels of developing countries, both rural and urban”.
Dari berbagai pengertian tersebut di atas bahwa microfinance mengandung tiga elemen utama yang membedakannya dengan sistem intermediasi keuangan lainnya seperti perbankan yaitu:
1. Batasan transaksi
Nilai transaksi microfinance tidak bersifat universal artinya tidak ada konvensi internasional yang menetapkan nilai transaksi yang masuk kategori kecil atau mikro. Di Indonesia, nilai transaksi microfinance hanya dirumuskan pada batasan kredit mikro saja yakni maksimum Rp50 juta. Sedangkan untuk transaksi keuangan lainnya seperti simpanan, asuransi,remittance, sistem pembayaran tidak ada pengaturan yang jelas.
2. Segment Pasar
Microfinance memiliki keunikan dalam melayani masyarakat yakni terfokus pada masyarakat miskin yang terbagi menjadi empat kelompok:
• Kelompok I yakni the poorest of the poor. Penduduk miskin yang tidak memiliki sumber pendapatan karena faktor usia, sakit, cacat fisik sehingga tidak memiliki pendapatan.
• Kelompok II yaitu labouring poor. Kelompok miskin yang bekerja sebagai buruh dengan penghasilan sangat terbatas dan bersifat tidak tetap atau musiman yang umumnya bekerja di sektor pertanian atau sektor-sektor lain yang bersifat padat karya.
• Kelompok III adalah self-employed poor. Merupakan penduduk miskin yang berpenghasilan relatif cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar dengan bekerja di sektor informal.
• Kelompok IV ialah enconomically active poor. Golongan yang telah memiliki kekuatan ekonomi dengan sumber pendapatan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar dan memiliki surplus income.
3. Tujuan
State of practice microfinance sekarang tidak terlepas dari sejarah kelahirannya yaitu untuk menanggulangi masalah-masalah yang berkaitan dengan kemiskinan. Selanjutnya pengembangan microfinance menjadi salah satu agenda untuk mencapai The Millennium Development Goals untuk mengurangi jumlah penduduk dunia menjadi separuhnya pada tahun 2015.
Hal ini kemudian diperkuat dengan Resolusi PBB No.A/58/488 tentang the International Year of Microcredit 2005 yang mendorong microfinance sebagai sektor keuangan yang inklusif.
2.2 Mengapa Micro Finance ?
Ketersediaan sumber daya finansial yang cukup pada saat yang tepat merupakan salah satu faktor penting bagi individu atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi kondisi ideal tersebut hampir tidak mungkin terjadi pada masyarakat miskin karena terbatasnya resource sehingga memerlukan adanya intervensi keuangan untuk menutupgap yang ada. Ada lima pola intervensi microfinance, misalnya dalam pembiyaan yakni:
1. Income smoothing
Menutup kebutuhan keuangan karena adanya gap antara pendapatan dan pengeluaran karena faktor musim atau siklus upahan. Umumnya petani membutuhkan dana pada masa tanam untuk membeli sarana produksi dan memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga. Hal yang sama juga terjadi pada para pekerja atau buruh yang menerima upah secara berkala.
2. Cash flow injection
Mengatasi aliran kas (terjadi kesenjangan antara aktiva lancar dan pasiva lancar) yang terutama bagi usaha mikro yang menerapkan sistem pembayaran kredit atau karena ada kebutuhan strategis misalnya untuk memenuhi kontrak bisnis yang bersifat sesaat.
3. Emergency relief
Merupakan asistensi keuangan untuk mengatasi kebutuhan mendadak karena adanya musibah keluarga, sakit dan bencana alam, kehilangan pekerjaan, biaya pendidikan dan kebutuhan jangka pendek lainnya karena umumnya masyarakat miskin tidak memiliki tabungan atau asuransi.
4. Asset building
Menyediakan dana yang bersifat jangka panjang untuk membeli aktiva tetap (peralatan rumah tangga), kendaraan, hewan ternak, properti , dan lain-lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi atau dapat dikonversikan kembali menjadi uang.
Secara empiris, efektivitas dari intervensi microfinance memberikandampak yang positif terhadap rumah tangga. Secara umum mekanisme dampak tersebut dapat dijelaskan dan digambarkan sebagai berikut:
• Pertama, akses keuangan yang berkelanjutan merupakan faktor produksi penting dalam kegiatan ekonomi masyarakat miskin yang dalam hal ini menghasilkan double impact yaitu pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Adanya pendapatan yang stabil akan mempermudah untuk mencukupi kebutuhan dasar sehari-hari, pakaian, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan tempat tinggal yang layak, kendaraan, barang berharga, dan sebagainya. Dalam jangka panjang, akan mendorong terbentuknya rumah tangga yang mandiri dan sejahtera.
• Kedua, adanya jaminan pembiayaan mendorong pengusaha mikro mengambil keputusan bisnis jangka panjang dan melakukan investasi yang menguntungkan.Kehadiran lembaga microfinance akan meningkatkan awareness dan mendorong masyarakat miskin menggunakan instrumen moneter seperti tabungan, sistem pembayaran, transfer uang dan asuransi sehingga meningkatkan likuiditas dan dinamika ekonomi lokal.
• Ketiga, efektivitas intervensi microfinance yang dijelaskan sebelumnya telah mendorong berbagai inisiatif mengembangkan produk dan jasa keuangan lainnya untuk melayani masyarakat miskin, antara lain housing microfinance.
Lembaga yang mengelola program microfinance dapat bersifat formal, semi formal dan informal. Sedangkan mekanisme intermediasi microfinance dikelompokkan menjadi dua pendekatan yakni :
1) Minimalist yang mengadopsi sistem perbankan dan,
2) Integrated menggunakan kombinasi antara intermediasi keuangan dan intermediasi sosial dalam rangka pemberdayaan masyarakat.
Eksistensi microfinance di lingkungan masyarakat miskin cukup mengakar yang tercermin dari banyaknya jumlah nasabah dan cakupan jaringan kerja. Data yang dihimpun dari berbagai sumber memperlihatkan bahwa jaringanmicrofinance telah mencapai 55 ribu kantor yang menyalurkan pinjaman sebanyak Rp28 triliun kepada sekitar 35 juta nasabah serta berhasil menghimpun dana sebesar Rp38 triliun yang tercatat dalam 36 juta rekening.
Struktur Micro Finance di Indonesia dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
1. Kelompok formal microfinance : lembaga keuangan yang diatur oleh UU Perbankan, meliputi bank umum yang memiliki unit bisnis microfinance dan BPR. Saat ini ada tiga bank umum yang secara khusus memiliki eksposur di microfinance yakni BRI-Unit dengan sistem BRI-Unit, Bank Danamon yang mengembangkan Danamon Simpan Pinjam (DSP) dan Bank Mandiri melalui Microbanking Unit. Namun demikian, ada beberapa bank yang juga melayani pasar microfinance secara tidak langsung, misalnya melalui linkage programdengan BPR atau LKM. Lembaga formal microfinance melayani masyarakat miskin yang masuk dalam kelompok III dan IV dengan menawarkan produk dan jasa perbankan seperti kredit untuk berbagai keperluan, simpanan dalam bentuk giro, deposito dan tabungan, transfer uang, sistem pembayaran dan jasa keuangan lainnya. Namun untuk BPR diberlakukan batasan operasi antara lain tidak diperkenankan melayani produk giro karena tidak termasuk dalam sistem kliring perbankan dan melakukan transaksi valuta asing. Prinsip operasional dan pola interaksi dengan nasabah yang digunakan oleh kelompok ini cenderung bersifat formal dengan menerapkan prinsip-prinsip perbankan umum sehingga daya penetrasinya hanya terbatas pada nasabah yang bankable.
2. Semiformal microfinance : adalah lembaga keuangan yang diatur oleh pemerintah melalui PP atau Perda. Bentuk dan sistem operasional kelompok ini cukup bervariasi seperti Perum Pegadaian, Badan Kredit Desa (BKD), Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dengan konsep koperasi, Lembaga Dana Dan Kredit Pedesaan (LDKP), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Kecamatan (BKK) dan Baitul Maal Wa’atamwil (BMT) dan LKM yang terdaftar lainnya. Pasar utama semiformal microfinance adalah penduduk miskin dengan kategori kelompok II dan III serta sebagian kecil yang masuk dalam kelompok IV. Produk keuangan yang ditawarkan adalah kredit dan simpanan yang berbasis pada keanggotaan, namun khusus Pegadaian menawarkan pinjaman dengan sistem gadai. Sesuai dengan penggolongannya, sebagian besar platform operasional lembaga ini bersifat semiformal, artinya mengadopsi kaidah-kaidah yang ditetapkan oleh pemerintah, namun dalam membangun hubungan dengan nasabah atau anggotanya cenderung menggunakan cara-cara yang bersifat informal.
3. Informal microfinance : berbagai macam bentuk kelembagaan dan kepemilikan dan metode yang digunakan. Hal ini dimungkinkan karena tidak ada regulasi khusus yang mengaturnya, mencakup Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), kelompok arisan. Keunikan dari informal microfinance adalah menyediakan fasilitas kredit (cash atau non cash) yang didasarkan pada hubungan individu, kelompok dan jalinan bisnis. Untuk lembaga microfinance yang berbentuk LSM, pemberiaan kredit juga diikuti dengan program pemberdayaan dan asistensi non keuangan lainnya.
BAB III
PENUTUP
Jumlah usaha mikro di tanah air mencapai angka 44,6 juta usaha (91,26 persen), jauh melebihi usaha besar yang hanya berjumlah 7 ribuan usaha (0,01 persen).Meski proporsi usaha mikro mendominasi struktur perekonomian nasional, kesempatan atau akses mereka terhadap sumber pembiayaan yang berasal dari institusi perbankan dan keuangan formal masih sangat terbatas. Mereka dianggap sebagai kelompok yang tidak bankable, sehingga dianggap tidak layak menerima kucuran kredit. Karena itu, dengan kondisi seperti ini, mendorong perkembangan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) telah menjadi kebutuhan yang sangat mendesak, sebagai upaya untuk memperbesar akses finansial bagi kelompok masyarakat marjinal tersebut. Apalagi secara konsep, ekonomi syariah memiliki keberpihakan yang sangat nyata terhadap pengembangan usaha mikro yang dimiliki oleh masyarakat.
Dalam QS 28 : 5 sebagai contoh, Allah SWT telah mengingatkan bahwa kelompok masyarakat yang dianggap lemah sekali pun, sesungguhnya memiliki potensi besar dan bisa menjadi sumber kekuatan apabila diberdayakan secara efektif. Menganggap remeh dan mengkhianati mereka justru akan menghilangkan potensi kekuatan yang dimiliki oleh suatu bangsa. Bahkan berdasarkan hadits di atas, pembelaan dan keberpihakan terhadap kaum dhuafa merupakan kunci bagi turunnya pertolongan dan rezeki dari Allah SWT. Artinya, ada korelasi yang kuat antara tingkat kesejahteraan masyarakat dengan desain kebijakan ekonomi yang pro masyarakat miskin.
Pertama, melalui koperasi syariah/Baytul Maal wat Tamwil (BMT). Tidak dapat dipungkiri bahwa peran institusi ini sangat signifikan sebagai ujung tombak pemberdayaan usaha mikro masyarakat. Pertumbuhannya pun sangat luar biasa, terutama dalam dua dekade terakhir. Bahkan beberapa BMT, menurut catatan Jaenal Effendi (2010), memiliki aset hingga puluhan dan ratusan milyar rupiah.
Kedua, lembaga zakat, infak, shadaqah dan wakaf (ZISWAF). Jika diperhatikan, proporsi pembiayaan usaha mikro mustahik dalam bentuk program ekonomi yang telah disalurkan oleh BAZ dan LAZ yang terakreditasi, rata-rata mencapai angka 30-40%dari total distribusi dana. Sisanya digunakan untuk program kesehatan, pendidikan, dakwah dan kemanusiaan.
Sedangkan yang ketiga, melalui institusi perbankan syariah, yaitu via BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah) dan via unit/divisi mikro dari BUS (Bank Umum Syariah)/UUS (Unit Usaha Syariah). Berdasarkan data yang ada, proporsi pembiayaan BPRS bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencapai angka 84,8 persen, sementara proporsi pembiayaan UMKM BUS/UUS mencapai angka sekitar 64 persen.
Dengan kondisi seperti ini, pantaslah jika lembaga internasional seperti IRTI-IDB (2007) mengklasifikasikan Indonesia sebagai salah satu referensi utama pengembangan Islamic microfinance dunia. Tinggal bagaimana sekarang, pemerintah dan DPR, bersama-sama dengan para stakeholders ekonomi dan keuangan syariah lainnya, mengembangkan lebih dalam berbagai kebijakan yang lebih pro terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat dhuafa, termasuk memperkuat linkage antar institusi keuangan syariah yang ada. Kita berharap, pembahasan RUU LKM (Lembaga Keuangan Mikro) di DPR saat ini, dapat menjadi momentum penguatan peran LKM syariah dalam perekonomian nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Ditulis Oleh : Bidadari kecil
Artikel Islamic Micro Finance ini diposting oleh Bidadari kecil pada hari Sabtu, 20 April 2013. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.
2 komentar:
Salam,
Nama saya Daniel Dilara. Saya berbagi kesaksian saya kepada semua orang yang telah mencoba segala kemungkinan untuk meminjam uang dari Bank atau mencari pinjaman untuk meningkatkan bisnis Anda dan telah kehilangan harapan.
Mortgage Kapital Kredit telah sangat membantu karena mereka membuat impian saya menjadi kenyataan, ini adalah perusahaan terbaik yang pernah Anda bisa percaya ..
Terapkan untuk pinjaman hari ini di Mortgage Kapital Kredit Cepat, Mudah dan Pinjaman Tercepat untuk hanya 3% hanya dalam 24 hours-- Hubungi Mortgage Kapital Kredit 24 jam via email-- mortgagekapitalcredit @ gmail. com
(+ 1) 213-533-9806
Baik Hari Semua orang,
Saya Nolan Osman, aku baru di sini tapi saya ingin berbagi kesaksian saya kepada semua orang yang telah mencoba segala sesuatu yang mungkin dan telah kehilangan harapan tentang bagaimana untuk meminjam uang dari Bank atau mencari pinjaman untuk meningkatkan bisnis Anda dan telah kehilangan harapan.
Anda harus mengabaikan semua pemberi pinjaman kredit ini, karena mereka semua penipuan ... nyata penipuan ... saya adalah seorang korban yang saya robek ribuan dolar ...
Tapi hidup saya sepenuhnya berubah sejak aku bertemu Mortgage Kapital posting Kredit secara kebetulan di internet! dan bagaimana mereka memberikan pinjaman baik secara online dan saya memutuskan untuk meminta pinjaman sesegera mungkin. Saya pikir itu adalah penipuan seperti pasca tapi aku punya membalas dan mereka menyetujui pinjaman saya untuk hanya 3% dalam waktu 24 jam setelah bertemu dengan kebutuhan yang diperlukan mereka, dan pinjaman saya disimpan di rekening bank saya tanpa agunan.
Saya menyarankan orang-orang yang mencari pinjaman yang dapat diandalkan untuk menghubungi mortgagekapitalcredit @ gmail.com. Benar-benar saya mempercayai mereka dan jangan ragu untuk menghubungi saya di nolan.osman @ yahoo.com jika Anda ingin tahu lebih banyak tentang mereka.
Nolan Osman dikirim dari ipad saya
Posting Komentar